|
Optimasi Antara Efisiensi Dan Efektivitas |
Manajemen berbasis kinerja yang dipraktekkan oleh organisasi pemerintah
seperti sekarang ini, fokus utamanya adalah pada pencapaian efektivitas. Untuk mencapai
efektivitas itu, sebuah program/kegiatan juga dituntut efisien (dan tentu saja
harus ekonomis). Namun ternyata program/kegiatan yang telah efisien belum tentu
efektif. Sebagai contoh, pembangunan jalan telah dilakukan dengan perolehan
harga yang ekonomis dan telah dianggap efisien namun karena tidak dimanfaatkan
oleh masyarakat, maka tujuan dari program/kegiatan pembangunan jalan tersebut
tidak tercapai. Artinya program/kegiatan tersebut sudah efisien, namun tidak
efektif. Dari perspektif manajemen kinerja, program/kegiatan pembangunan jalan
tersebut telah gagal. Pertanyaannya, apakah sebuah program/kegiatan yang
dikatakan telah efektif juga bisa efisien? Jika kita kaitkan pentingnya sebuah
instansi pemerintah ber-SPIP salah satunya adalah tercapainya tujuan organisasi melalui
program/kegiatan yang dilaksanakan secara efisien dan efektif, maka pertanyaan
tersebut menjadi sangat menarik untuk dibahas. Diksi “dan” dan bukan “atau”
dalam frase secara efisien dan efeltif mensyaratkan kedua kondisi tersebut
harus dipenuhi. Tetapi mungkinkah hal itu bisa ditemukan?
Organisasi
pemerintah sering kesulitan mencapai kondisi optimum antar efisiensi dan
efektivitas. Mengapa demikian? Karena kenyataannya, antara kondisi yang efisien
dan kondisi yang efektif sulit ditemukan. Suatu kegiatan mungkin dikatakan
efisien, namun belum tentu efektif. Sebaliknya, suatu kegiatan mungkin efektif,
tapi tidak efisien. Kita ambil contoh mudah saja, misalkan sebuah pemda
menyelenggarakan suatu kegiatan Workshop Pengoperasian Aplikasi Barang Milik
Daerah Berbasis Web di Jakarta dengan realisasi belanja sebesar Rp100
juta. Apakah menurut Anda kegiatan tersebut efisien (dan tentu saja
ekonomis) sekaligus efektif? Untuk menjawab hal tersebut, kita perlu memahami
pengertian dari ekonomis, efisiensi, dan efektif.
Ekonomis
berhubungan dengan konversi input primer berupa sumber daya keuangan menjadi
input sekunder berupa tenaga kerja, bahan, jasa, dan barang modal yang dikonsumsi
dalam rangka pelaksanaan sebuah program/kegiatan. Ekonomis mengandung
pengertian bahwa sumber daya input seharusnya diperoleh dengan harga lebih
rendah (mendekati harga pasar), sehingga harga input sekunder yang didapat
tidak terjadi kemahalan atau pemborosan sumber daya input primer. Konsep
ekonomis sangat relatif karena faktor lokasi dan waktu terkait perbedaan harga
pasar (menurut pakar yang lain juga karena faktor spesifikasi dari
barang/layanan sebagai input sekunder).
Efisiensi berbicara
mengenai input dan output. Efisiensi terkait dengan hubungan antara output yang
dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan (input) untuk menghasilkan output.
Sebuah program/kegiatan dikatakan efisien apabila mampu menghasilkan output
tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input tertentu mampu
menghasilkan output sebesar-besarnya. Oleh karena itu, efisiensi merupakan
sebuah rasio antara output dengan input (output per unit input). Untuk
memperbaiki tingkat efisiensi, maka diperlukan upaya: 1. meningkatkan output
untuk jumlah input yang sama, 2. meningkatkan output dengan proporsi kenaikan
output yang lebih besar dibandingkan proporsi kenaikan input, 3. menurunkan
input untuk jumlah output yang sama, dan 4. menurunkan input dengan proporsi
penurunan yang lebih besar dibanding proporsi penurunan output.
|
Pilih efisien atau efektiv?. (yang bijak mensingkronkan keduanya). |
Sedangkan
efektivitas berbicara mengenai hubungan antara output dengan outcome. Suatu
program/kegiatan dikatakan efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi
tujuan (berupa outcome) yang diharapkan. Konsep efektivitas sulit diukur karena
umumnya outcome baru bisa diukur setelah program/kegiatan berakhir. Selain itu,
output yang dihasilkan oleh program/kegiatan suatu instansi pemerintah banyak
yang berupa intangible.
Kembali pada contoh
kasus di atas, apakah sebuah kegiatan Workshop Pengoperasian Aplikasi Barang
Milik Daerah Berbasis Web yang diselenggarakan di Jakarta oleh pemerintah
daerah sudah efisien dan sekaligus efektif? Ukuran efektifitas kegiatan
Workshop Pengoperasian Aplikasi Barang Milik Daerah Berbasis Web dapat dilihat
dari tujuan yang diharapkan dari diselenggarakannya kegiatan tersebut.
Misalnya, peserta harus telah menguasai pengoperasian aplikasi Barang Milik
Daerah Berbasis Web dengan bukti bahwa selama workshop para peserta telah mampu
melakukan input data BMD milik pemerintah daerah hingga selesai. Katakanlah
tujuan kegiatan tersebut telah dapat dicapai, yang artinya kegiatan telah
berjalan efektif. Namun, bisa kah kita mengatakan bahwa kegiatan tersebut telah
efisien? Tentu saja sangat sulit untuk menyimpulkan bahwa kegiatan tersebut
telah efisien (dan tentu saja telah ekonomis) karena baik efisiensi maupun
ekonomis merupakan sebuah konsep yang relatif. Namun setidaknya, jika suatu
program/kegiatan telah efektif berarti telah ada kepastian bahwa output
program/kegiatan tersebut telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Nah,
sekarang tinggal kita menilai input dari kegiatan workshop tersebut.
Pertanyaannya, input sekunder apa saja yang diadakan dan dibayarkan dari
anggaran yang disediakan? Salah satu input primer yang perlu kita analisis
adalah belanja perjalanan dinas. Belanja perjalanan dinas terdiri dari komponen
uang saku harian, uang transport, dan uang hotel. Sekarang kita perlu bertanya,
apakah workshop tersebut harus diadakan di Jakarta? Jawabannya bisa ya dan bisa
tidak. Jawabnnya ya, apabila memang penyelenggara workshop bertempat di Jakarta
dan kegiatan tersebut diikuti oleh seluruh pemda seluruh Indonesia. Akan
menjadi tidak efektif (mungkin juga menjadi tidak efisien) apabila narasumber
workshop harus mendatangi satu persatu pemerintah daerah. Jika pesertanya hanya
dari satu pemerintah daerah saja, mengapa harus ke Jakarta? Apakah tidak
memungkinkan untuk mendatangkan narasumber ke daerah? Jika memungkinkan,
mengapa workshop tersebut tidak diselenggarakan di daerah saja, sehingga
belanja perjalanan dinas tidak harus dianggarkan dalam jumlah yang sangat
besar. Artinya, jika hal itu dapat ditempuh, maka program/kegiatan tersebut
menjadi lebih efisien apabila diselenggarakan di daerah saja.
Tidak berhenti
sampai disini saja, apabila diselenggarakan di lokasi pemerintah daerah, maka
pemilihan tempat pelaksanaan workshop juga menentukan efisien tidaknya. Jika
kapasitas dan fasilitas pendukung sama-sama memadainya, maka pemilihan hotel
sebagai tempat penyelenggaraan workshop tentu merupakan keputusan yang
mengakibatkan inefisiensi kegiatan, terlebih sebenarnya pemerintah daerah telah
memiliki tempat yang memadai untuk dilaksanakannya kegiatan workshop tersebut.
Seandainya pun, pemda harus menyelenggarakan kegiatan workshop tersebut di
hotel (karena ketiadaan tempat yang memadai), maka pemda harus memilih hotel
yang menawarkan fasilitas yang memadai dengan harga sama dibandingkan memilih
hotel yang memiliki fasilitas kurang, atau memilih hotel yang lebih murah
apabila fasilitas yang ditawarkan hampir sama. Namun perlu diingat, jangan
sampai tindakan efisiensi tersebut mengakibatkan efektivitas pencapaian tujuan
menjadi tidak tercapai.
Inefisiensi sering
terjadi karena proses perencanaan dan penganggaran yang tidak cermat.
Inefisiensi harusnya bisa dicegah sejak tahap perencanaan dan penganggaran.
Inefisiensi pada banyak kasus tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Sebagai
contoh, dimisalkan pagu untuk penginapan seorang pejabat eselon II sebesar
Rp1.000.000/hari. Inefisiensi yang tidak melanggar ketentuan terjadi apabila
pejabat tersebut merealisasikan biaya penginapannya juga sebesar Rp1juta/hari.
Padahal, bisa jadi biaya tersebut dapat ditekan dengan memilih penginapan yang harganya
lebih murah namun memiliki fasilitas yang sama.
Dalam kontek
penerapan SPIP, memang diperlukan keteladanan dari seorang pejabat publik untuk
menerapkan kesederhanaan yang berdampak pada efisiensi biaya. Kebijakan yang
ditempuh oleh Menkeu, Chatib Basri, yang melarang pejabat publik menggunakan
layanan first class pada
setiap perjalanan dinasnya, adalah salah satu contohnya.
Dalam ranah
pemeriksaan (audit), kondisi dua bentuk inefisiensi di atas jarang
disentuh. Temuan-temuan hasil pemeriksaan lebih banyak mempersoalkan
ketidakekonomisan seperti kemahalan harga, volume pekerjaan kurang dikerjakan,
dan kelebihan pembayaran.
Pertimbangan yang
seksama dalam menetapkan tingkat efisiensi dan efektivitas, khususnya pada
tahap proses merencanakan sebuah program/kegiatan dan penganggarannya,
ternyata tidak mudah namun tidak berarti tidak bisa dilakukan.
Pertimbangan seksama untuk mencari tingkat yang paling optimum antara efisien
dan efektif diperlukan agar sejalan dengan tujuan instansi pemerintah melaksanakan
SPIP: tercapainya tujuan organisasi melalui pelaksanaan kegiatan yang efisien dan efektif.
--------------------end.
Eko Hery Winarno dalam Warung Kopi Pemda
Optimasi Antara Efisiensi Dan Efektivitas, repost by Rulianto
Sjahputra
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter