Banyak dari para birokrat di pemerintah daerah tidak berani mengambil risiko berkinerja seperti itu. Kriteria measureable dan achievable sering disalahartikan oleh para birokrat di pemerintah daerah untuk memilih kinerja yang ‘aman’ dan mudah untuk dicapai kinerjanya.
|
Menetapkan Indikator Kinerja Utama |
Pembaca yang budiman, penetapan indikator kinerja merupakan bagian yang
sangat penting dari tahapan SAKIP. Sayangnya, kesadaran mengenai hal itu
masih sangat tipis di kalangan pemerintah daerah. Beberapa clueyang bisa kita lihat, misalnya, indikator kinerja
belum dijadikan sebagai alat ukur kinerja dalam dokumen perencanaan daerah.
Kalaupun hal itu sudah dilakukan, masih terdapat inkonsistensi penggunaan
indikator kinerja pada dokumen perencanaan daerah yang berbeda (RPJMD/Renstra,
Renja, Penetapan Kinerja, DPA, dan LAKIP) sehingga sulit untuk mengukur kinerja
yang sesungguhnya. Menteri PAN dan RB telah menegaskan dalam Peraturan
Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja
Utama (IKU) Di Lingkungan Instansi Pemerintah, bahwa dalam rangka mengukur
serta meningkatkan kinerja dan akuntabilitas kinerja, maka setiap instansi
pemerintah (pusat dan daerah) harus menetapkan IKU di lingkungannya
masing-masing. Masalahnya, bagaimana mengaplikasikan ketentuan tersebut dalam
proses penyusunan dokumen perencanaan daerah?.
Kriteria SMART (Specific, Measureable,
Achievable, Relevan, Time-Bound) ternyata tidak cukup mampu
mengarahkan para perencana pembangunan untuk membuat dan menetapkan IKU yang
sesuai dalam dokumen perencanaan daerah. Hal itu disebabkan, para perencana
daerah sering terjebak dalam proses perumusan indikator kinerjanya sendiri
sesuai kriteria SMART, tetapi ‘melupakan’ proses penetapan kinerja dan
perancangan desain strateginya. Akibatnya, ketika para perencana pembangunan
tersebut telah merumuskan dan menetapkan seperangkat indikator kinerja pada
sasaran dan program/kegiatan, mereka menemukan kenyataan bahwa
indikator-indikator tersebut tidak saling terkait satu sama lain dan capaian
kinerja yang diharapkan tidak dapat diwujudkan. Jadi harus bagaimana?.
Tentu kita harus berawal dari proses penetapan kinerjanya itu sendiri.
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil dari pelaksanaan
suatu program/kegiatan dalam mewujudkan sasaran dan tujuan organisasi. Satu hal
yang perlu dipahami adalah bahwa kinerja tersebut harus berorientasi hasil (result oriented) dan sesuai dengan
yang diharapkan oleh masyarakat (user oriented). Jika tidak demikian, maka akan terjadi gap expectation antara
pemerintah daerah dengan masyarakatnya.
|
LAKIP |
Sangat ironis apabila LAKIP suatu pemerintah daerah memperoleh peringkat
A, namun masih terdapat bagian dari kinerjanya yang didemo oleh masyarakatnya
karena tidak puas. Mengapa hal itu bisa terjadi? Salah satu sebabnya adalah
karena para birokrat di pemerintah daerah kurang memahami apa yang diharapkan
oleh masyarakatnya. Sebagai contoh, terkait permasalahan banjir, suatu
pemerintah daerah hanya mengkinerjakan dalam dokumen perencanaan daerahnya
berupa “terpantaunya kawasan yang dilanda banjir”. Bisa jadi indikator kinerja
tersebut sudah memenuhi kriteria SMART, tetapi sudah pasti bukan kinerja yang
diharapkan oleh masyarakat dari pemerintah daerahnya. Bandingkan dengan rumusan
kinerja berupa “Menurunnya jumlah daerah yang dilanda banjir”. Sangat berbeda
kan? Tentu rumusan kinerja terakhir yang akan lebih diterima oleh masyarakat.
Banyak dari para birokrat di pemerintah daerah tidak berani mengambil
risiko berkinerja seperti itu. Kriteria measureable dan achievable sering disalahartikan oleh para
birokrat di pemerintah daerah untuk memilih kinerja yang ‘aman’ dan mudah untuk
dicapai kinerjanya. Nah, keberanian berkinerja merupakan faktor utama dalam
proses penetapan kinerja dalam dokumen perencanaan daerah. Pemerintah daerah
harus mampu menangkap harapan masyarakat itu baik melalui data yang mereka
miliki atau mengandalkan masukan dari masyarakatnya (pembangunan partisipatif).
|
Cara Menetapkan Indikator Kinerja Utama Dalam Dokumen Perencanaan Daerah |
Hal berikutnya adalah proses perancangan desain strategi dalam mencapai
kinerja yang diinginkan. Setelah kinerja yang diharapkan oleh masyarakat
ditetapkan, maka tahapan berikutnya adalah menentukan strategi untuk
mencapainya dalam bentuk kebijakan dan inisiatif berupa program dan kegiatan.
Perancangan strategi tentu harus melihat pada permasalahan yang terjadi dan
belum terpecahkan sampai dokumen perencanaan daerah disusun. Banjir, macet,
sampah, kawasan kumuh, pedagang kaki lima (PKL), parkir liar, dan sebagainya
adalah permasalahan kita hari ini yang harus dijawab oleh pemerintah daerah
melalui kebijakan dan program-programnya. Untuk menentukan strategi yang tepat
tentu harus diidentifikasi akar masalah (root case) dari permasalahan yang terjadi.
Akar masalah sering merupakan situasi yang tidak berdiri sendiri.
Permasalahan banjir kadang juga menjadi penyebab kemacetan. Masalah sampah
seringkali menjadi penyebab banjir di kota-kota besar. PKL sering menjadi
penyebab munculnya parkir-parkir liar, dan sebagainya. Masalah-masalah yang
berhasil diidentifikasi tersebut harus didukung dengan basis data capaian
kinerja terakhir. Jika akar masalah telah berhasil diidentifikasi dan didukung
dengan basis data yang memadai, maka akan mempermudah penentuan kebijakan yang
akan diambil. Kebijakan yang akan diambil tersebut harus mampu memberi arah
bagi penciptaan program dan kegiatan yang sesuai dan mampu mengatasi segala
permasalahan yang masih terjadi.
Dalam merencanakan program dan kegiatan yang mampu mengatasi segala
permasalahan tersebut maka jenis dan jumlahnya harus mempertimbangkan
keterkaitan program/kegiatan satu sama lain, dimana hasilnya secara agregat
akan mampu mewujudkan kinerja yang diinginkan. Seringkali, kinerja sasaran
tidak cukup jika hanya dilaksanakan oleh satu SKPD saja, tetapi harus
melibatkan sinergi, koordinasi, dan kolaborasi SKPD-SKPD lainnya. Jadi desain
strategi dalam dokumen perencanaan daerah harus mampu mengidentifikasi SKPD
pelaksana untuk mencapai kinerja sasaran. Selanjutnya, dalam dokumen
perencanaan tahunan, prinsip penganggaran berbasis kinerja (ABK) harus menjadi
dasar bagi penetapan target output dan outcome program/kegiatan. Jangan sampai
terjadi seperti kata pepatah bagai pungguk merindukan bulan. Sumber daya yang
ada tidak mencukupi untuk menghasilkan raihan kinerja (output dan outcome) yang
diharapkan.
Nah, ketika proses penetapan kinerja dan perancangan desain strateginya
telah memadai, maka tahapan berikutnya adalah mendesain IKU (Indikator Kinerja Utama) untuk mengukur
kinerja berupa sasaran yang diharapkan dan program/kegiatan yang dirancang
sedemikian rupa sehingga dianggap mampu mencapai sasaran (kinerja) yang
diharapkan. Pada tahapan ini IKU untuk mengukur sasaran harus merupakan lag indicator (outcome measure). Sedangkan
indikator output dan outcome (initial
outcome) pada kegiatan harus merupakanlead indicator (performance drivers). Gabungan lead indicator pada
berbagai program dan kegiatan untuk mencapai sasaran tertentu harus mampu
mengkonfirmasi tercapai atau tidak tercapainya lag indicator. Harus ada hubungan sebab dan akibat
antara lag indicator dan lead indicator. Bisa jadi rancangan strateginya sudah
tepat, namun jika salah dalam menetapkan lead indicator, maka capaian lag indicatoruntuk mengukur kinerja sasaran tidak dapat
dijelaskan.
Sebagai contoh, kinerja sasaran dalam RPJMD berupa “Menurunnya jumlah
daerah yang dilanda banjir” diukur dengan lag indicator berupa “Persentase penurunan daerah
yang dilanda banjir”. Beberapa program dan kegiatan yang dirancang mungkin akan
melibatkan beberapa SKPD seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah, Bagian Hukum Sekretariat Daerah, dan
Kecamatan/Kelurahan. Dalam rangka mencapai kinerja sasaran RPJMD tersebut,
Dinas Pekerjaan Umum akan membuat program/kegiatan berupa Pemantauan dan
Updating Basis Data Daerah Banjir, Pembangunan Drainase Baru, Pemeliharaan Drainase,
dan Perencanan Sistem Drainase Perkotaan. Output kegiatan-kegiatan tersebut
akan berupa dokumen pemantauan dan updating basis data daerah banjir, panjang
drainase perkotaan yang dibangun, panjang drainasen perkotaan yang dipelihara,
dan dokumen site plan sistem
drainase perkotaan. Selanjutnya outcome awal dan outcome antara yang dihasilkan
setelah terbangun atau tersedianya output kegiatan-kegiatan tersebut secara
agregat harus mampu menurunkan daerah yang dilanda banjir (ultimate outcome).
Tentu saja hal tersebut belum cukup jika hanya dilakukan oleh Dinas PU,
karena masalah banjir juga disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan/kawasan,
berkurangnya daerah/kawasan resapan, penyempitan sungai karena bangunan di
atasnya, dan sampah yang menyumbat karena rendahnya kesadaran masyarakat
sendiri, serta faktor alam. Diperlukan pelibatan SKPD lain dan kesadaran
masyarakat itu sendiri untuk mewujudkan daerah bebas banjir. Penetapan
indikator output dan outcome program/kegiatan SKPD-SKPD tersebut secara agregat
harus mampu menjawab tercapai atau tidaknya pencapaian indikator sasaran berupa
“Persentase penurunan daerah yang dilanda banjir”.
Pembaca yang budiman…jadi, faktor utama penetapan IKU dalam dokumen
perencanaan daerah adalah sangat tergantung pada keberanian berkinerja sebagai
jawaban atas harapan masyarakat yang sesungguhnya, desain strategi dalam rangka
mencapai kinerja yang diharapkan oleh masyarakat, dan desain IKU sasaran (lag indicator) dengan indikator
kinerja program/kegiatan (lead indicator) yang
menggambarkan cause and effect chain antara keduanya. Sedangkan
keberhasilan pencapaiannya ditentukan oleh banyak faktor antara lain penetapan
target yang didukung dengan basis data yang baik, disusun berdasarkan prinsip
anggaran berbasis kinerja, komitmen dan kolaborasi segenap SKPD, serta
kesadaran dan partisipasi masyarakat.
--------------------------end.
Referensi
: Warung Kopi Pemda, arsip pribadi.
Kontributor : Eko Hery Winarno.
Cara Menetapkan Indikator Kinerja Utama Dalam Dokumen Perenvanaan Daerah, Editor & post by
Rulianto Sjahputra.
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter