|
Logo KPU |
Tugas
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) dalam penyelenggaraan Pemilu di tingkat
nasional maupun daerah memberikan konsekwensi pembiayaan atau pendanaan tidak
hanya yang berasal dari APBN, tetapi juga berasal dari APBD pada daerahnya
masing-masing. Pada praktek dalam penggunaan anggarannya perlu dicermati mana
saja pembiayaan yang akan dikeluarkan terhadap peruntukan kegiatan yang harus sesuai
dengan alokasi sumber dana yang diberikan. Pengadaan barang/jasa merupakan
salah satu item penting dalam alokasi anggaran kegiatan dalam pelaksanaan tugas
KPUD. Dengan dua sumber dana utama yang berasal dari APBN dan APBD, diharapkan
KPUD tidak salah dan/atau tumpang tindih dalam melaksanakan pengadaan
barang/jasa yang dilakukan.
Untuk
lebih memahami tentang pengadaan barang/jasa di KPUD, ada baiknya kita simak
bersama artikel berikut di bawah ini, yang disajikan berdasarkan dari rujukan
regulasi yang memayunginya.
Pendanaan KPUD
Berdasarkan ketentuan yang terdapat di
dalam Pasal 3 Permendagri Nomor 44 Tahun 2007, pendanaan penyelenggaraan Pemilu kepala daerah diklasifikasikan ke dalam
kelompok belanja tidak langsung dan masuk ke dalam jenis belanja hibah.
Salah satu hal yang
menarik mengenai tata cara penyelenggaraan Pilkada di dalam UU Nomor 22 Tahun
2007 adalah sumber pendanaannya. Pasal 114 ayat (5) UU tersebut menyatakan
bahwa pendanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
wajib dianggarkan dalam APBD. Hal ini berbeda dengan Pemilu Presiden, DPR, DPD,
serta DPRD dimana biaya penyelenggaranya bersumber dari APBN (lihat pasal 114
ayat (2)).
Berdasarkan aturan
pelaksanaanya, pengaturan tentang pendanaan penyelenggaraan pemilhan kepala
daerah yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 57 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah) tidak mengatur secara tegas mengenai prioritas
pendanaan untuk pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah. Peraturan Menteri
Dalam Negeri tersebut merupakan salah satu aturan pelaksana dari UU Nomor 22
Tahun 2007.
Berdasarkan ketentuan
yang terdapat di dalam Pasal 3 Permendagri Nomor 44 Tahun 2007, pendanaan penyelenggaraan Pemilu
kepala daerah diklasifikasikan ke dalam kelompok belanja tidak langsung dan
masuk ke dalam jenis belanja hibah, obyek belanja hibah Pemilu kepala
daerah dan wakil kepala daerah kepada KPU Kabupaten/Kota. Menurut ketentuan
Pasal 42 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang,
barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya,
perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang secara
spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
Hambatannya adalah apabila pendanaan pemilihan umum
kepala daerah dimasukkan ke dalam kelompok belanja hibah, berarti pemerintah
daerah tidak mempunyai kewajiban/keharusan untuk menganggarkan pendanaan
penyelenggaraan Pemilu kepala daerah di dalam APBD. Hal ini disebabkan
karena Pasal 44 ayat (1) Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa
belanja hibah bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus-menerus
dan tidak wajib, serta harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan di dalam naskah perjanjian hibah daerah. Padahal ketentuan di dalam
Pasal 114 Ayat (5) UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
dengan tegas mengatur bahwa pendanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah wajib dianggarkan dalam APBD.
Beberapa hari terakhir mendapat beberapa konsultasi tentang
pengadaan barang/jasa di Komisi Pemilihan Umum Daerah. Pertanyaan inti adalah
seputar status pengadaan di KPUD yang notabene adalah afiliasi lembaga nasional
ditingkat pusat yaitu KPU kemudian sumber pendanaan kegiatannya berasal dari
Hibah Daerah.
Atas dasar ini kami mencoba mengumpulkan referensi aturan
yang berkaitan untuk memastikan beberapa hal yaitu:
- Status kelembagaan KPUD.
- Status Ketua KPUD dan Sekretaris
KPUD dalam organisasi pengadaan barang/jasa
- Status dana hibah daerah kepada KPUD
dan metode pengadaan menyangkut dana hibah tersebut.
- Status pemberlakuan Perpres 54/2010 untuk
pengadaan barang/jasa di KPUD
Status kelembagaan KPUD
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pada Pasal 1 ayat 6
disebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya
disingkat KPU, adalah lembaga penyelenggara
Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan
Pemilu. Berdasarkan hal ini KPU dikategorikan sebagai Lembaga Negara Non Struktural.
Dari pasal ini apabila dikaitkan dengan Perpres 54/2010
Pasal 2 bahwa Ruang lingkup Perpres 54/2010 ini meliputi Pengadaan Barang/Jasa
di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik
sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD. Maka sudah barang tentu pengadaan barang/jasa dilingkungan KPUD
mengacu pada Perpres 54/2010.
Status Ketua KPUD dan Sekretaris KPUD dalam Organisasi Pengadaan
Barang/Jasa
Ditelusuri dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun
2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil
Kepala Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 57 Tahun 2009. KPUD mendapatkan dana dari Hibah Pemerintah Daerah sesuai
tingkatannya. Belanja hibah pemilu kepada KPUD didasari oleh perjanjian hibah
daerah.
Secara garis besar Ketua KPUD adalah pihak yang
bertanggungjawab penuh terhadap penggunaan anggaran di KPUD. Karena pasal 10
Permendagri ini tegas menyatakan bahwa Ketua KPUD adalah penandatangan
perjanjian hibah daerah.
UU No. 1/2004 tentang perbendaharaan negara mendefinisikan
PA pada pasal 1 ayat 12 sebagai 12. Pengguna Anggaran adalah pejabat
pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Hal ini diadopsi
oleh Pasal 1 ayat 5 Perpres 54/2010. Dengan demikian Ketua KPUD
ketika mendapatkan dana hibah untuk dikelola, sedang menjalankan tugas sebagai
PA dalam ruang lingkup belanja hibah yang dipertanggungjawabkannya.
Permendagri 44/2007 Pasal 20 menyebutkan untuk
tertib pengelolaan belanja hibah Pemilu Ketua KPUD menetapkan Bendahara dan Sekretaris KPU selaku atasan langsung Bendahara. Kemudian dari
beberapa tugas dan tanggungjawab Sekretaris KPU sebagai atasan bendahara
menurut pasal 22 disebutkan meliputi :
- melakukan pengendalian terhadap
penggunaan anggaran;
- menandatangani ikatan
perjanjian/kontrak pengadaan barang dan jasa dengan pihak ketiga;
- melakukan pengujian atas
tagihan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan perundangundangan;
- melakukan pemeriksaan kas bendahara
Belanja Hibah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
- Atasan Langsung Bendahara Belanja Hibah Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bertanggungjawab kepada Ketua KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dan Atasan Langsung bendahara Belanja Hibah Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Panwaslu bertanggungjawab kepada Ketua Panwaslu.
Pasal ini juga sejalan dengan tugas PA/KPA yang diatur dalam
UU 1/2004 tentang pelaksana anggaran belanja terutama pada pasal 18 dan 19.
Kemudian dalam hal pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah
uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali
dan pertimbangan objektif lainnya, PA dapat menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) sebagai pelaksana sebagian kewenangannya. Hal ini salah satunya diatur
dalam Permendagri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dengan demikian Sekretaris KPUD berperan sebagai KPA dari Ketua
KPUD.
|
Pengelola Anggaran Pemerintah |
Sekretaris KPUD, sesuai Permendagri 44/2007 Pasal 20
huruf b, menandatangani ikatan perjanjian/kontrak
pengadaan barang dan jasa dengan pihak ketiga. Kemudian Permendagri
21/2011 Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 11 ayat (5) berbunyi
bahwa dalam pengadaan barang/jasa, Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus bertindak
sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Tentang PPK ini Perpres
54/2010 pasal 11 ayat 1 juga menyebutkan tugas PPK salah satunya adalah
menandatangani kontrak. Kita lihat ke pasal 8 ayat 1 salah satu tugas dan
kewenangan PA adalah menetapkan PPK dan kewenangan ini tentu boleh dikuasakan
kepada KPA sebagaimana diatur pada pasal 10 ayat 4. Artinya dalam kaitan pengadaan barang/jasa Ketua/Sekretaris KPUD
dapat menetapkan personil PPK apabila diperlukan.
Status dana hibah daerah kepada KPUD dan metode pengadaan
menyangkut dana hibah tersebut.
Seperti disebutkan pada bagian terdahulu bahwa sumber
anggaran KPUD berasal dari Belanja Hibah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah yang dianggarkan dalam APBD untuk digunakan dalam rangka penyelenggaraan
Pemilu yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.
Apabila dikaitkan dengan Perpres 54/2010 pasal 26 ayat 4,
bahwa Pengadaan melalui Swakelola dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah lain
Pelaksana Swakelola, maka pada saat Pemerintah Daerah memberikan hibah kepada
KPUD yang notabene adalah Lembaga Negara telah terjadi proses swakelola.
Swakelola ini terjadi antara Pemerintah Daerah dengan KPUD sebagai
Instansi Pemerintah Lain Pelaksana Swakelola, atau biasa disebut dengan
swakelola tipe 2 dalam Perpres 54/2010.
Status pemberlakuan Perpres 54/2010 untuk pengadaan barang/jasa di
KPUD
Untuk menjawab ini maka mengacu pada perpres 54/2010 pasal
30 huruf c bahwa Pengadaan melalui Swakelola oleh Instansi Pemerintah
lain pelaksana Swakelola dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut
diantaranya pengadaan berpedoman pada ketentuan dalam perpres 54/2010.
Hal ini berbeda narasinya dengan Swakelola tipe 3 yaitu swakelola
dengan kelompok masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 31 huruf e yang
berbunyi pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga
ahli yang diperlukan dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola
dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengadaan dan
etika pengadaansebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini.
Artinya pada swakelola tipe 3 ini titik pangkalnya cukup memperhatikan prinsip-prinsip pengadaan dan etika pengadaan.
Untuk itu jelas sekali bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa
pada KPUD yang menjadi pelaksana swakelola wajib mengacu pada pasal-pasal yang
tertuang dalam Perpres 54/2010.
Demekian sekelumit perihal pegadaan barang/jasa pada KPUD
yang merujuk dari regulasi yang ada dengan catatan pada pertengahan bulan September
tahun 2014 ini telah banyak terdengar akan wacana pengesahan RUU tentang Pemilu
yang baru. Sehingga bisa jadi aturan pengadaan barang/jasa pada KPUD akan
berubah atau mengalami revisi. Kita ikuti saja perkembangannya. Semoga
bermanfaat.
Unknown
Minggu, 07 September 2014
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter