Jadi, setiap pemimpin di setiap level manajemen adalah kunci
keberhasilan pencapaian tujuan. Mereka lah yang menjadi contoh bagi para staf
atau karyawan yang ada di bawahnya. Jika manajemen tunduk dan patuh pada sistem
yang mereka tetapkan, para staf atau karyawan biasa yang mereka pimpin juga
akan mematuhinya. Jika pemimpin maupun staf atau karyawan biasa tidak
mematuhinya, maka sudah disiapkan sistem tersendiri untuk mengatasinya.
|
SPIP : Bukan Alat Managemen Semata |
Begitulah SPIP sering dianggap para
staf atau karyawan biasa sebagai alat manajemen. Anggapan itu sudah menjadi
opini mereka yang seringkali memunculkan kecurigaan atau syak wasangka kepada
manajemen. Seolah-olah penerapan SPIP hanya satu arah saja, yaitu hanya
ditujukan kepada mereka saja. Buat mereka yang ada di bawah, para staf atau
karyawan biasa.
Pada organisasi sektor publik seperti instansi pemerintah, tujuan yang hendak diraih merupakan “impian” dari masyarakat yang diperintah. Para Kepala Daerah dipilih oleh masyarakat dengan harapan para pemimpin itu dapat mewujudkan impian mereka, yaitu pelayanan publik yang baik.
Jika benar begitu, apakah itu salah, ya?
Manajemen, dalam berbagai tingkatan merupakan mesin yang menggerakkan
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen memiliki kepentingan
agar tujuan tersebut dapat dicapai. Manajemen membuat rencana dan
target-target, mengorganisir, mengarahkan pelaksanaan, dan mengendalikan
operasi atau kegiatan agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, manajemen memerlukan orang-orang untuk melaksanakannya. Mereka
adalah staf atau karyawan biasa yang tidak memiliki kedudukan apa-apa selain
fungsinya sebagai pelaksana. Agar kegiatan berjalan mulus, maka manajemen
menetapkan seperangkat aturan atau prosedur untuk mengendalikan jalannya
kegiatan guna mencapai target yang ditetapkan. Kewajiban staf atau karyawan
biasa adalah mematuhi dan menjalankannya.
Manajemen dalam berbagai tingkatan dipercaya oleh “atasannya” untuk
berhasil dalam meraih tujuan yang ditetapkan “atasannya” itu.
Manajemen puncak atau Board of Director pada perusahaan swasta dipilih
dan dipercaya untuk menduduki jabatan penuh prestise oleh para pemilik untuk
meningkatkan nilai perusahaan atau nilai saham mereka. Demikian pula jajaran
direksi sebuah BUMN atau BUMD dipilih oleh para pemilik melalui RUPS, untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dan agar mampu memberi kontribusi
pendapatan bagi APBN/APBD.
Selanjutnya, para manajemen puncak tersebut juga melakukan tuntutan yang
sama pada manajemen di bawahnya. Dan tuntutan semacam itu akan berakhir pada
para staf atau karyawan biasa, karena in fact mereka lah para pelaku lapangan
sesungguhnya.
Pada organisasi sektor publik seperti instansi pemerintah, tujuan yang
hendak diraih merupakan “impian” dari masyarakat yang diperintah. Para Kepala
Daerah dipilih oleh masyarakat dengan harapan para pemimpin itu dapat
mewujudkan impian mereka, yaitu pelayanan publik yang baik. Dengan demikian,
agak berbeda dengan sebuah organisasi sektor privat, pemilik instansi
pemerintah adalah masyarakat. Para pejabat publik tersebut selanjutnya
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada sebuah lembaga yang mewakili
kepentingan masyarakat. Yang unik, para pejabat dan seluruh staf di bawahnya
sebenarnya juga bagian dari masyarakat itu sendiri.
Maka untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh masyarakat, para
pemimpin membentuk birokrasi pemerintahan, mengisinya dengan orang-orang
kepercayaan, dan merekrut pegawai yang jujur dan kompeten. Untuk mencapai
tujuan tersebut dibangunlah sebuah sistem pengendalian yang dapat mengawal
program dan kegiatan yang telah direncanakan.
Apakah manajemen dapat berbuat sesuka hatinya? Bisakah mereka
tidak mentaati aturan yang telah mereka buat sendiri?
Jika SPIP sebagai alat manajemen dipahami seperti itu, tujuan organisasi
yang telah dicanangkan tidak akan berhasil. Fenomena paling ekstrem sudah kita
lihat bersama di depan mata. Sudah berapa banyak pejabat-pejabat publik kita
yang dijadikan sebagai tersangka dan akhirnya dihukum sebagai tindakannya
mengabaikan aturan yang mereka buat sendiri? Berapa banyak wakil rakyat yang
mewakili masyarakat untuk mengawasi para pejabat publik telah terlena ikut
bermain kotor dengan para pejabat pemerintah hingga akhirnya masuk bui?
Jadi, setiap pemimpin di setiap level manajemen adalah kunci
keberhasilan pencapaian tujuan. Mereka lah yang menjadi contoh bagi para staf
atau karyawan yang ada di bawahnya. Jika manajemen tunduk dan patuh pada sistem
yang mereka tetapkan, para staf atau karyawan biasa yang mereka pimpin juga
akan mematuhinya. Jika pemimpin maupun staf atau karyawan biasa tidak
mematuhinya, maka sudah disiapkan sistem tersendiri untuk mengatasinya.
Seorang kawan pernah menanyakan: Apa manfaat SPIP bagi seorang
staf atau karyawan biasa seperti kami?
Pertanyaan yang kritis tetapi juga memberi gambaran kepada kita semua
bahwa mereka, para staf atau karyawan biasa tersebut, sebenarnya belum memahami
untuk apa mereka bekerja di kantor mereka sendiri. Mereka belum memahami esensi
mengapa setiap pagi mereka harus berangkat ke kantor tepat waktu, bekerja
dengan sepenuh hati selama jam kantor, dan kemudian pulang kantor tepat waktu?
Tetapi, saya meyakini alasannya adalah karena mereka belum memahami apa itu SPIP
dan tujuan SPIP.
Sebagai staf kita bekerja di sebuah organisasi pemerintah yang memiliki
tujuanuntuk memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat. SPIP
adalah alat manajemen untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh masyarakat
tersebut dapat tercapai. Untuk itu, dibuatlah aturan-aturan, prosedur-prosedur
baku, mekanisme-mekanisme tertentu, agar tujuan tadi dapat tercapai. Staf atau
karyawan biasa hanya dimintai komitmen untuk menjalankan sistem yang telah
ditetapkan oleh manajemen agar bisa berjalan dengan baik guna mengawal
pencapaian tujuan. Untuk tujuan itulah kita semua bergabung dengan organisasi
tempat kita berada sekarang.
Jika tujuan dapat dicapai, apakah itu kinerja manajemen saja?
Tentu saja tidak! Manajemen tidak akan mampu mewujudkan tujuan tersebut
tanpa bantuan para staf atau karyawan biasa. Karena staf atau karyawan biasa
adalah pelaku lapangan yang mendapatkan direct dari manajemen. Jika kinerja
staf bagus, maka kinerja manajemen juga bagus. Jika kinerja staf buruk, maka demikian
juga manajemen.
Nah, dalam SPIP, reward and punishment yang adil dan terukur harus
terbangun dengan baik, sehingga kinerja anda tidak sia-sia. Staf atau karyawan
biasa, jika kinerjanya bagus maka promosi menanti anda. Sebaliknya jika ada
pejabat yang berkinerja buruk, sudah pasti demosi atau non job sudah siap
mengancam mereka.
Jadi SPIP yang dibangun dan diimplementasikan haruslah sebuah sistem
yang sehat. Bukan sistem yang hanya menuntut dan menekan para staf atau
karyawan biasa agar mereka saja yang patuh kepada sistem.
Jadi?
SPIP adalah alat manajemen, dan manajemen pula yang harus terlebih
dahulu berkomitmen dan secara konsisten mentaatinya. Jika manajemen telah
menunjukkan kepatuhannya pada sistem yang dibuatnya, maka staf atau karyawan
biasa sudah pasti akan mengikutinya. Dan, semoga tujuan organisasi anda dapat
diraih.
Masih ragu? Percayalah.
Bagaimana pendapat anda pembaca?.
Semoga bermanfaat.
--------------------------------end.
Referensi
: PP RI No.
60/2008 tentang SPIP, Diskusi Warung Kopi Pemda.
SPIP : Bukan Alat Managemen Semata, Editor & Repost by Rulianto Sjahputra.
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter