Al-Qur’an merupakan mu’jizat
terbesar sepanjang masa. Pertamakali dibukukan di jaman Khalifah Abu Bakr, lalu
pembukuannya disempurnakan di jaman Khalifah Umar bin Khathab. Sedangkan di
jaman Khalifah Utsman mulai ditetapkan bentuk hurufnya serta diperbanyak
sehingga dikenal istilah Rosam Utsmani. Ilmu tata bahasa al-Qur’an (nahwu dan
sharaf) mulai diperkenalkan di jaman khalifah Ali bin Abi Thalib.
Salah satu keistimewaan al-Qur’an
adalah memungkinkan penafsirannya yang terus berkembang dan selalu up to date.
Salah satu contohnya adalah yang terdapat di dalam surat Ar-Ra’du (13) ayat 15.
Dan hanya kepada Allah-lah sujud
(patuh) “Man” yang ada di langit dan di Bumi, baik dengan kemauan sendiri
(taat), ataupun terpaksa, begitupula bayang-bayangnya (ikut sujud) di pagi dan
petang hari (QS 13:15).
Ayat tersebut menjelaskan adanya
“Man” di langit dan di Bumi. Lalu siapakah yang dimaksud “Man” di dalam ayat
ini?
1.
Di dalam tata bahasa
al-Qur’an (arab) “Man” menunjukan makhluk yang diberi akal. Sedangkan makhluk
berakal yang diciptakan Allah swt ada 4, yaitu: Malaikat, Iblis, Jin, dan
Manusia. Oleh sebab itu makhluk-makhluk lain seperti binatang, tumbuhan, atau
benda mati tidak bisa disebut “Man” tetapi disebut “Maa”. Jika diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia maka “Man” bermakna “Siapa” dan “Maa” bermakna “Apa”.
2. Ciri-ciri “Man” yang dimaksud di dalam ayat di atas adalah:
a) Sujud dengan taat kepada Allah;
b) Sujud dengan terpaksa kepada Allah; dan
c) Memiliki bayang-bayang.
Ayat tersebut berbunyi: Walillahi yasjudu Man fi ssamaawaati wal
ardhi, jika diterjemahkan menjadi: Dan kepada Allah “Man” di langit dan
di Bumi bersujud/beribadah. Itu bunyi paraghraf pertama dari ayat tersebut.
Paraghraf ini menjelaskan adanya “Man” di langit dan di Bumi yang
bersujud/beribadah kepada Allah. Lalu dilanjutkan dengan kalimat: Thou’an wa
karhan wa dzilaluhum…., jika diterjemahkan menjadi: Taat, dan terpaksa, dan
bayang-bayang mereka……
Paraghraf ini menjelaskan cirri-ciri “Man” yang dimaksud
pada paraghraf pertama. Bahwa sujud/ibadahnya si “Man” yang dimaksud di atas
kadang kala taat, kadang terpaksa, dan mereka memiliki bayang-bayang.
3. Perlu diketahui lagi bahwa kata As-samaawaati pada ayat
tersebut berbentuk jamak. Sehingga menjadi petunjuk bahwa “Man” yang berada di
luar planet Bumi akan tersebar di banyak planet lain.
4. Jika melihat ciri-ciri tersebut diatas maka tidak mungkin
yang dimaksud “Man” di dalam ayat tersebut adalah Malaikat, karena Malaikat
selalu patuh kepada Allah, tidak pernah terpaksa, dan tidak memiliki bayang-bayang.
5. Juga tidak mungkin yang maksud “Man” di dalam ayat tersebut
adalah Iblis, karena Iblis tidak pernah taat kepada Allah serta tidak memiliki
bayang-bayang.
6. Dan tidak mungkin pula yang dimaksud “Man” di dalam ayat
tersebut adalah Jin. Walaupun ada Jin yang taat dan terpaksa, tetapi Jin tidak
memiliki bayang-bayang.
7. Maka yang dimaksud dengan “Man” pada ayat tersebut adalah
makhluk seperti manusia. Yaitu mahkluk yang kadang kala taat, atau terpaksa
serta memiliki bayang-bayang. Oleh sebab itu, ayat tersebut menjadi petunjuk
adanya makhluk berakal seperti manusia di luar planet Bumi.
Disamping “Man”, di luar planet Bumi
pun Allah swt pun menciptakan “Maa” dari kelompok binatang melata. Sebagaimana
firman Allah swt di dalam surat An-Nahl (16) ayat 49.
Dan hanya kepada Allah-lah sujud
“Maa” yang melata yang ada dilangit dan “Maa” yang melata yang ada di Bumi. Dan
para Malaikat, dan mereka tidak menyombongkan diri. (QS 16:49).
Ayat tersebut menjelaskan adanya
“Maa” dan “Malaikat” di langit dan di Bumi yang selalu sujud kepada Allah serta
tidak sombong. Pada ayat ini tidak ada istilah terpaksa, sebagai bukti bahwa
Malaikat dan “Maa” selalu sujud dengan taat kepada Allah swt.
Mengakhiri pembahasan tentang
makhluk di luar Bumi maka silahkan simak firman Allah swt di dalam surat
Asy-Syura (42) ayat 29.
Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya, ialah menciptakan langit dan Bumi dan “Maa” yang melata yang Ia
sebarkan pada keduanya. DAN IA MAHA KUASA UNTUK MENGUMPULKAN (MEMPERTEMUKAN)
SEMUANYA (MAKHLUK LANGIT DAN BUMI) APABILA IA BERKEHENDAK (QS 42:29).
Ayat tersebut menjadi petunjuk
adanya kemungkinan pertemuan (interaksi) antara manusia yang ada di langit
dengan manusia yang ada di Bumi bahkan kemungkinan saling berjodoh, tentunya
jika Allah swt sudah berkehendak. Wallahu a’lam bishowab.
Repost by rulianto sjahputra
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter