Ruang Terbuka Hijau Perkotaan
|
Ruang Terbuka Hijau (RTH) |
terhimpit, sempit semakin sesak, tak bisa apa-apa di keramaian yang sepi,
terdengar parau tak ada lagi kicau burung di pagi hari yang mau alunkan harmoni bumi,
tergantikan terik tengah hari di awal pagi tanpa sedikitpun angin bersilaturahmi,
tersesat sudah alam semakin keriput kering kelontang tanpa akar bumi pohon memayungi,
tersengal napas akan udara berdebu pelan-pelan hantarkan ruh keluar dari raga insani,
tersedak kerongkongan perih dahaga tak jumpa setetes air jernih habis dibatas nisbi,
tersisih pepohonan rindang menghijau yang hanya jadi ilusi,
terperas habis mata air kehidupan duniawi tertinggal dalam kemasan plastik mimpi,
terserah saja, bumiku semakin tua, semakin tak terpelihara dari tangan-tangan tak perduli,
ternyata, kami hanya manusia ter-i tak tau diri.
(teri by Rulianto Sjahputra, 140912)
Tidakkah kita merasa kuatir akan kelangsungan hidup anak cucu kita kelak dengan kondisi bumi yang semakin kritis?. Semakin habis menuju kepunahan berbagai sumber daya hayati yang menopang kelangsungan harmonisasi kehidupan mahluk hidup selama ini. Saat ini lahan semakin terbatas tanpa ada lagi rasionalitas keseimbangan lingkungan dan ekositem.
Definisi dan Pengertian
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear), berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah. Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah), dan (b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.
Fungsi dan Manfaat
RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota.
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
Pola dan Struktur Fungsional
Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pembentuknya. Pola RTH terdiri dari (a) RTH struktural, dan (b) RTH non struktural. RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi. Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman kecamatan, taman kota, taman regional, dst). RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau, RTH pesisir. Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat dibangun dengan mengintegrasikan dua pola RTH ini berdasarkan bobot tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota pantai, kota pulau, dll) sehingga dihasilkan suatu pola RTH struktural.
Elemen Pengisi RTH
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda. Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang akan ditanam.
Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:
- Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota
- Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar)
- Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme)
- Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang
- Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural
- Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota
- Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat
- Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal
- Keanekaragaman hayati
Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.
Teknis Perencanaan
Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu :
(a) Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:
- Kapasitas atau daya dukung alami wilayah
- Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pelayanan lainnya)
- Arah dan tujuan pembangunan kota
RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.
(b) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH
(c) Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi)
(d) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.
ISSUE RTH
Tiga issues utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH adalah :
Dampak negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota tersebut tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan selanjutnya menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi terutama dalam bentuk/kejadian:
Menurunkan kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota meningkat, dll)
Menurunkan keamanan kota
Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi
Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan masyarakat secara fisik dn psikis)
Lemahnya lembaga pengelola RTH
Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat
Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH
Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH
Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas
Lemahnya peran stake holders
- Lemahnya persepsi masyarakat
- Lemahnya kepeduliaan dan keterlibatan pelaku usaha
- Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah
Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH
ACTION PLAN
Pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah perkotaan harus menjadi substansi yang terakomodasi secara hierarkial dalam perundangan dan peraturan serta pedoman di tingkat nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan dan pengelolaan RTH juga mengikut sertakan masyarakat untuk meningkatkan apresiasi dan kepedulian mereka terhadap, terutama, kualitas lingkungan alami perkotaan, yang cenderung menurun.
Beberapa action plan yang dapat dilaksanakan, a.l.:
(1) Issues : Suboptimalisasi RTH
Action plan yang disarankan:
Penyusunan kebutuhan luas minimal/ideal RTH sesuai tipologi kota
Penyusunan indikator dan tolak ukur keberhasilan RTH suatu kota
Rekomendasi penggunaan jenis-jenis tanaman dan vegetasi endemik serta jenis-jenis unggulan daerah untuk penciri wilayah dan untuk meningkatkan keaneka ragaman hayati secara nasional
(2) Issues : Lemahnya kelembagaan pengelola RTH
Action plan yang disarankan:
Revisi dan penyusunan payung hukum dan perundangan (UU, PP, dll)
Revisi dan penyusunan RDTR, RTRTH, UDGL, dll
Penyusunan Pedoman Umum : Pembangunan RTH, Pengelolaan RTH
Penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif
Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat
(3) Issues : Lemahnya peran stake holders
Action plan yang disarankan:
Pencanangan Gerakan Bangun, Pelihara, dan Kelola RTH (contoh Gerakan Sejuta Pohon, Hijau royo-royo, Satu pohon satu jiwa, Rumah dan Pohonku, Sekolah Hijau, Koridor Hijau dan Sehat, dll)
Penyuluhan dan pendidikan melalui berbagai media
Penegasan model kerjasama antar stake holders
Perlombaan antar kota, antar wilayah, antar subwilayah untuk meningkatkan apresiasi, partisipasi, dan responsibility terhadap ketersediaan tanaman dan terhadap kualitas lingkungan kota yang sehat dan indah
(4) Issues : Keterbatasan lahan perkotaan untuk peruntukan RTH
Action plan yang disarankan:
Peningkatan fungsi lahan terbuka kota menjadi RTH
Peningkatan luas RTH privat
Pilot project RTH fungsional untuk lahan-lahan sempit, lahan-lahan marjinal, dan lahan-lahan yang diabaikan
-----------------------------------
Posting by Rulianto Sjahputra
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter