|
Dapat Predikat WTP Belum Tentu Bebas Korupsi |
Banyak
instansi/lembaga pemerintah (pusat dan/ atau daerah) yang telah mendapatkan
predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK terhadap pengelolaan keuangan
yang dilaksanakannya ternyata dikemudian hari masih ditemukan (indikasi) kasus2
korupsi pada instansi/lembaga pemerintah tersebut pada tahun anggaran saat predikat
WTP diberikan.
Padahal seharusnya dengan predikat yang didapat tersebut telah
menggambarkan bahwa instansi/lembaga pemerintah bersangkutan telah melaksanakan
pengelolaan keuangannya secara baik dan sesuai dengan kaidah2 dan tahapan proseduril
pengelolaan keuangan pemerintah yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundangan. Makanya diberikan predikan wajar tanpa pengecualian. Lalu kenapa
dikemudian hari masih saja ditemukan adanya kasus korupsi pada instansi/lembaga pemerintah
tersebut?.
Untuk sedikit
menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita ikuti diskusi yang dilakukan teman2
kita di komunitas warung kopi pemda yang telah membahas topik ini sebagaimana bisa anda nikmati dalam artikel berikut ini.
|
Dapat Predikat WTP Belum Tentu Bebas Korupsi (sumber gambar : BPK RI Perwakilan Sulsel) |
Ada yang seru dari
diskusi yang pernah diadakan oleh penikmat kopi di komunias ini terkait judul
di atas. Yang menarik adalah bahwa tidak seluruh anggota diskusi satu pendapat.
Setidaknya ada dua pendapat yang mengemuka. Pendapat yang pertama, bahwa opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) yang diberikan oleh BPK terhadap pengelolaan keuangan suatu
instansi pemerintah (pusat dan/atau daerah) seharusnya menjamin bahwa
pengelolaan keuangan daerah yang telah dilaksanakan instansi pemerintah
tersebut telah bebas dari korupsi. Pendapat kedua, merupakan kebalikan dari pendapat
pertama, yaitu bahwa opini WTP belum tentu menjamin pengelolaan keuangan daerah
pada suatu instansi pemerintah telah bebas korupsi. Pengertian “bebas
korupsi” disini jangan
diartikan sama dengan “bebas parkir” yang artinya boleh korupsi, tetapi harus
diartikan tidak ada korupsi di dalam pengelolaan keuangan daerah.
Argumen pendapat pertama menyatakan bahwa kriteria pemberian
opini oleh BPK didasarkan pada 3 hal, yaitu : (1) kesesuaian dengan standar
akuntansi pemerintahan termasuk kecukupan dalam pengungkapan, (2) penilaian
atas SPIP, dan (3) ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Menurut sumber pemerintah daerah, bahkan kriteria tersebut
bertambah satu lagi sehingga menjadi 4 yaitu (4) ketaatan terhadap tindak
lanjut yang dilakukan oleh instansi pemerintah terhadap rekomendasi hasil
pemeriksaan BPK. Argumen lanjutan dari kelompok pertama adalah, jika
pemeriksaan BPK terhadap pelaksanaan anggaran pada suatu tahun anggaran tidak
menemukan hal-hal yang material dan signifikan pada keempat kriteria tersebut,
maka seyogyanya opini WTP diberikan dan harusnya hal itu dapat menjamin bahwa
pengelolaan keuangan daerah yang diperiksanya pada tahun anggaran tersebut
telah bebas korupsi, bukan hanya bebas dari salah saji semata.
Argumen pendapat kedua menyatakan bahwa auditor BPK tetap
memiliki keterbatasan dalam hal sampel pemeriksaan yang disebabkan jangka waktu
pemeriksaan yang terbatas. Oleh karenanya kemudian muncul yang disebut risiko
audit. Meskipun kemudian BPK menyiasatinya dengan melakukan pemeriksaan
tertentu pada pos pendapatan maupun belanja sebelum pemeriksaan keuangan
dilakukan, namun tetap saja akan menemui keterbatasan terkait sampel
pemeriksaan yang akan diambil. Oleh karena itu, meskipun opini WTP telah
diberikan kepada suatu instansi pemerintah, tidak menutup kemungkinan masih ada
kasus korupsi yang akan terkuak di belakang hari. Banyak kan contoh kasus
seperti itu?
|
Kalau masih ada korupsi berarti rakyat belum merdeka |
Nah, saudara … Apa
pendapat Anda?
Masih Lemahnya Penerapan SPIP* Oleh Instansi Pemerintah
Memang jika melihat
dari 4 kriteria pemberian opini tersebut, rasanya sudah sangat lengkap.
Kasus-kasus korupsi biasanya berbentuk penyelewengan penggunaan anggaran baik
pendapatan maupun belanja. Mestinya, melalui penggunaan kriteria “ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan”
segala bentuk penyelewengan anggaran dapat terdeteksi. Penyelewengan anggaran
tersebut disebabkan oleh lemahnya SPIP yang diterapkan oleh instansi pemerintah
yang diperiksa, dan hal itu semestinya dapat “ditangkap” melalui kriteria “penilaian atas kehandalan SPIP”. Kemudian, biasanya
penyelewengan mudah terdeteksi dari penyajian dan kecukupan pengungkapan
yang tidak benar dalam laporan keuangan, dan hal itu semestinya akan dapat
ditemukan melalui penggunaan kriteria “kesesuaian dengan SAP** dan kecukupan pengungkapan”. Nah, jika ketiga kriteria tersebut tidak menemukan apa-apa,
maka sudah sewajarnya opini BPK diberikan. Kriteria terakhir menurut kami hanya
merupakan kriteria tambahan yang menggambarkan ketaatan instansi pemerintah
dalam menindaklanjuti seluruh temuan BPK dan komitmen instansi pemerintah akan
pernyataan tidak ada lagi “temuan berulang/sama” yang terjadi. Hal ini
juga termasuk gambaran atas komitmen instansi pemerintah memperbaiki
kelemahan sistem pengendalian intern yang terjadi.
Jika sudah WTP,
lalu apakah lantas tidak ada korupsi di dalamnya?
|
Tugas kita bersama, "Berantas Korupsi. |
Kami sependapat,
bahwa secara teori ada yang disebut risiko audit, yang salah satunya disebabkan
oleh kesalahan dalam mengambil sampel audit sehingga suatu sampel audit tidak
diambil padahal di situlah terjadi penyimpangan/penyelewengan anggaran. Metode
sampel diambil mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh auditor baik tenaga
dan waktu pemeriksaan dibandingkan dengan luasnya ruang lingkup pemeriksaan
yang harus dijangkau. Jangankan melakukan pemeriksaan terhadap satu pemerintah
daerah yang terdiri dari banyak SKPD/Unit Kerja, pemeriksaan terhadap satu
kegiatan saja membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya pemeriksaan yang sangat
besar.
Lalu bagaimana
solusinya?
Permasalahannya adalah apakah hasil-hasil pengawasan auditor internal tersebut “layak” untuk dimanfaatkan oleh auditor eksternal?
Dahulu kita pernah
mendengar konsep EMI.
Artinya auditor eksternal (BPK) memanfaatkan hasil pengawasan (seperti laporan
hasil pemeriksaan) yang telah dilakukan oleh auditor internal seperti Itjend
Kementerian/Lembaga, Itprov, Itkab/kota, dan BPKP. Nah, barangkali konsep
tersebut dapat dihidupkan lagi dan direvitalisasi secara optimal agar dapat
berjalan dalam prakteknya di lapangan.
Permasalahannya adalah
apakah hasil-hasil pengawasan auditor internal tersebut “layak” untuk
dimanfaatkan oleh auditor eksternal? Hasil pengawasan auditor internal tersebut sangat beragam dalam
“kualitas” padahal standar audit yang digunakan sama. Mengapa? Ya, salah
satunya karena “pemeriksa” pada organisasi auditor internal tersebut belum
banyak yang memiliki kompetensi sebagai auditor (bersertifikasi sebagai
auditor). Jika kompetensi mereka telah memadai, tentu kualitas hasil
pemeriksaan yang dapat dilaporkan akan dapat dimanfaatkan oleh auditor
eksternal.
Masalah lainnya,
kecukupan tenaga auditor internal masih sangat terbatas, tidak saja dalam hal
kompetensinya, juga jumlahnya. Dalam kontek kecukupan ini, yang kami maksudkan
adalah jika mereka secara jumlah sudah mencukupi (dan ditambah dengan
peningkatan kompetensi secara seimbang) maka akan mampu menangani pemeriksaan
pada seluruh SKPD yang ada di pemerintah daerah tersebut. Selanjutnya, BPK
dapat memanfaatkan hasil-hasil pemeriksaan auditor internal tersebut sebagai
bahan untuk pemeriksaan keuangannya. Masalahnya, jumlah auditor internal,
khususnya pada pemerintah daerah tidak pernah cukup-cukup. Hal ini disebabkan
kebijakan kepala daerah yang acapkali tidak berpihak pada mereka.
|
Anda bisa ikut aktif dalam pemnerantasan korupsi |
Banyak kepala
daerah yang tidak memfungsikan organisasi auditor internal sebagai alat
pengawasan kepala daerah. Jika komitmen tersebut ada, maka seluruh kebijakan
yang meliputi pendanaan, pengembangan SDM, sistem penghargaan, dan kebijakan
mutasi/promosi pegawai auditor internal akan membawa mereka menjadi auditor
internal yang profesional dan terpercaya.
Langkah lainnya? Konsep
“bersinergi” antar
auditor internal menurut kami rasanya masih sangat relevan untuk dihidupkan dan
ditumbuhkembangkan. Caranya? Kuncinya hanyalah komunikasi yang baik dan efektif
di antara organisasi auditor internal tersebut. Apakah diperlukan forum bersama
untuk hal seperti ini? Atau konsep koordinator pengawasan bisa direvitalisasi
kembali? Entahlah, yang penting lingkungan pengendalian dan infokomnya harus
berjalan baik.
|
Mulai dari diri dan lingkungan anda |
lalu Langkah Kemudian Apa?
Menurut kami, tugas
yang sangat berat adalah merevitalisasi peran dan fungsi organisasi audit
internal dalam berbagai strata pemerintahan tersebut menjadi nyata, agar setiap
organisasi auditor internal dapat menjalankan peran dan fungsi pengawasannya
secara professional sehingga hasil-hasil pengawasannya dapat dimanfaatkan oleh
pimpinan instansi pemerintah dan tentu saja dapat membantu auditor eksternal
dalam rangka mewujudkan clean governance.
Jadi, mari kita mawas diri sama2. Berani jujur itu hebat. semoga predikat "WTP" yang diterima benar2 bernilai dan bermanfaat.
Ada yang nyeletuk,..... "Auditor juga manusia".... waalah. (ed.)
Keterangan
editor :
* SPIP : Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah. Sistem Pengendalian
Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. SPI yang
diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah disebut SPI Pemerintah (SPIP). SPIP wajib dilaksanakan oleh
menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota untuk mencapai
pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. (Baca juga SPIP).
SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang
memadai terhadap empat hal, yaitu : (1). Tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian
tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara; (2). Keandalan pelaporan keuangan; (3). Pengamanan aset Negara; (4). Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Tujuan
tersebut mengisyaratkan bahwa jika dilaksanakan dengan baik dan benar, SPIP
akan memberi jaminan dimana seluruh penyelenggara negara, mulai dari pimpinan
hingga pegawai di instansi pemerintah, akan melaksanakan tugasnya dengan jujur
dan taat pada peraturan. Akibatnya, tidak akan terjadi penyelewengan yang dapat
menimbulkan kerugian negara. Ini dapat dibuktikan, misalnya, melalui laporan
keuangan pemerintah yang andal dan mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian. (ed. Rulianto Sjahputra).
** SAP : Standar
Akuntansi Pemerintah. Implikasi
SAP dalam Perencanaan dan Penganggaran meliputi 3 cakupan yaitu :
(1) Struktur Anggaran yang terdiri dari Anggaran
Pendapatan, Anggaran Belanja, dan Anggaran Pembiayaan,
(2) Klasifikasi Anggaran : Organisasi, fungsi, dan
ekonomi,
(3) Basis Anggaran : Basis Kas.
Regulasi yang menaunginya PP. No. 24/2005 yang
diubah menjadi PP. No. 71/2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Didalamnya
memuat :
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah
PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan
PSAP 02 Laporan Realisasi Anggaran
PSAP 03 Laporan Arus KAS
PSAP 04 Catatan atas Laporan Keuangan
PSAP 05 Akuntansi Persediaan
PSAP 06 Akuntansi Investasi
PSAP 07 Akuntansi Aset Tetap
PSAP 08 Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
PSAP 09 Akuntansi Kewajiban
PSAP 10 Koreksi Kesalahan, Perubahan, Kebijakan Akuntansi, Peribahan Estimasi Akuntansi, Dan Operasi
Yang Tidak Dilanjutkan
PSAP 11 Laporan Keuangan Konsolidasian
PSAP 12 Laporan Operasional. (ed. Rulianto
Sjahputra).
Referensi : Diskusi Warung Kopi Pemda
Kontributor : Eko Hery Winarno
Dapat Predikat WTP Belum Tentu Bebas Korupsi, Editor & Repost by Rulianto
Sjahputra.
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter