Secara umum evaluasi atas perencanaan pembangunan dilaksanakan pada tiga
hal yaitu tingkat kebijakan, pelaksanaan dan hasil perencanaan. Lingkup yang
harus dilakukan evaluasi adalah RPJP, RPJMD/Renstra SKPD dan RKPD/Renja SKPD.
|
RPJMD |
Kali ini kita akan mencoba menyandingkan antara
permendagri 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dengan Permenpan 29 tahun 2010 tentang
Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah. Permendagri 54 Tahun 2010 mengatur perencanaan pembangunan
daerah, mulai dari RPJPD hingga Renja dengan sangat mendetail. Kita bisa menikmati
penjelasan yang lengkap dari mekanisme penyusunan dokumen tersebut hingga
teknis formulir-formulir yang harus diisi. Karena detailnya permendagri ini
bisa mencapai lebih dari lima ratus halaman. Selain tata cara penyusunannya
permendagri ini juga mengatur masalah pengendalian da evaluasi perencanaan
pembangunan. Nah, pada tahap ini lah akan memunculkan pertanyaan tentang: apa
bedanya dengan LAKIP sebagaimana yang diamanatkan oleh Kementerian PAN dan RB
yang wajib disusun tiap tahun?.
|
Lakip |
Tulisan ini pun sebenarnya diinspirasi oleh pertanyaan
seorang rekan yang menanyakan tentang apa bedanya Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) dengan evaluasi RPJMD. LAKIP adalah bagian dari
sebuah sistem AKIP yang dimulai dari tahap perencanaan hingga
pertanggungjawaban. Sejarah SAKIP ditandai dengan lahirnya inpres nomor 7 tahun
1999 hingga kemudian muncul SK LAN 239 Tahun 2003 dan Permenpan 29 Tahun 2010.
Setali tiga uang dengan perubahan managemen keuangan sektor publik yang
mengharuskan instansi pemerintah untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan
standar akuntansi pemerintah maka LAKIP pun bagian dari upaya perbaikan kinerja
pemerintah.
Kalau sebelumnya pertanggungjawaban lebih difokuskan pada aspek
pertanggungjawaban keuangan maka latar belakang dari lahirnya inpres nomor 7 tahun 1999 adalah adanya keharusan instansi pemerintah untuk dapat mempertanggunjawabkan
kinerjanya. Secara konsep sesungguhnya sangat bagus. Akuntabilitas kinerja
adalah bagian dari agenda new public management (NPM) yang juga dianut oleh
negara-negara maju. Namun, dalam implementasinya hingga saat ini masih
dipertanyakan manfaatnya.
Lalu, apa kaitan LAKIP dengan permendagri 54 Tahun 2010?
Permendagri 54 Tahun 2010 pada dasarnya adalah sebuah upaya untuk
menyempurnakan sistem perencanaan pembangunan daerah di negeri tercinta ini.
Kalau kita kaitkan dengan sistem AKIP perencanaan adalah bagian dari sistem
tersebut. Salah satu penghambat implementasi sistem AKIP sebelum diterbitkannya
permendagri ini adalah bahwa dokumen perencanaan pembangunan yang disusun oleh
daerah tidak mendukung berjalannya sistem AKIP. Di satu sisi instansi
pemerintah harus mempertanggungjawabkan kinerja, di sisi lain dokumen
perencanaan yang disusun belum berorientasi kinerja.
Jadi sesungguhnya apa yang
harus dipertanggungjawabkan?.
Kelahiran Permendagri 54 Tahun 2010 yang merupakan turunan
dari PP 8 tahun 2008 adalah bagian dari penyempurnaan sistem perencanaan
pembangunan daerah. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan adanya sinkronisasi
antara konsep SAKIP dengan peraturan pemerintah khususnya yang menjadi acuan
utama pemerintah daerah dalam menyusun dokumen perencanaan. Permendagri 54
tahun 2010 mensyaratkan RPJMD/Renstra SKPD untuk memuat visi, misi, tujuan,
sasaran, indikator sasaran hingga target jangka menengah dan target tahunan.
Harapannya tentu saja sistem AKIP yang semakin mantap dapat terbangun dengan
berlandaskan peraturan ini. Hanya saja, kemudian muncul sebuah pertanyaan
terkait dengan aturan mengenai pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan
yang seolah justru menjadi duplikasi atas pelaksanaan sistem AKIP.
Permendagri 54 tahun 2010 mensyaratkan pemerintah daerah
baik di tingkat provinsi/kabupaten/kota untuk melakukan pengendalian dan
evaluasi atas kebijakan perencanaan, pelaksanaan perencanaan dan hasil-hasil
perencanaan. Tak heran kalau kemudian sebuah pemda kemudian tergerak untuk
melakukan evaluasi RPJMD. Aha…bukankah
LAKIP sebenarnya juga mengarah pada sebuah mekanisme pertanggunjawaban atas
perencanaan strategis? Laporan akuntabilitas ini juga disusun dengan berpatokan
pada dokumen RPJMD.
Untuk melihat perbedaannya kami mencoba
menyajikan ringkasan perbedaanya dalam tabel di bawah ini:
|
Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP |
Secara umum evaluasi atas perencanaan pembangunan dilaksanakan
pada tiga hal yaitu tingkat kebijakan, pelaksanaan dan hasil perencanaan.
Lingkup yang harus dilakukan evaluasi adalah RPJP, RPJMD/Renstra SKPD dan
RKPD/Renja SKPD. Pada tingkat kebijakan aspek yang dievaluasi adalah pada
tataran proses penyusunan dokumen-dokumen perencanaan apakah telah disusun
sebagaimana mekanisme yang telah digariskan dalam lempiran I-VI Permendagri
tersebut. Hal ini termasuk menyangkut evaluasi atas kelengkapan sistematika.
Pada tingkat pelaksanaan evaluasi diharapkan dapat menjamin adanya konsistensi
pelaksanaan perencanaan.
Selama ini yang terjadi dokumen perencanaan tidak pernah
dijadikan acuan dalam penganggaran. Sehingga, rencana dengan kegiatan yang
terealisasi tidak sinkron. Nah, dengan adanya evaluasi atas perencanaan ini
diharapkan adanya suatu jaminan bahwa dokumen perencanaan terkawal hingga
ditetapkannya APBD. Pada tataran hasil perencanaan evaluasi yang dilaksanakan
lebih kepada pengukuran atas realisasi target-target kinerja yang telah
dihasilkan. Pada evaluasi atas hasil ini lah terdapat banyak kesamaannya dengan
LAKIP. Hanya saja, evaluasi atas hasi perencanaan tidak hanya terbatas pada
RPJMD namun juga RPJPD dan RKPD. Kesamaan ini justru terlihat pada evaluasi
atas RPJMD dan RKPD. Keduanya membandingkan antara target dengan realisasi.
Hanya saja perbedaan yang terlihat jelas adalah pada hal-hal teknik
penghitungan dimana dalam evaluasi perencanaan terlihat lebih rumit. Namun
demikian, justru formulir-formulir dalam evaluasi atas hasil perencanaan
tersebut yang memberikan media bagi instansi pemerintah untuk melakukan
pengukuran atas target capaian lima tahunan.
Perbedaan apalagi yang terlihat diantara keduanya? Mari kita
lihat tabel berikut:
|
Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP |
Jelas bukan perbedaan keduanya. Evaluasi
atas hasil RPJMD tidak terikat waktu. Justru hal yang lebih ditekankan dalam
permendagri 54 tahun 2010 ini terletak pada evaluasi atas hasil RKPD yang harus
dilakukan setiap triwulanan. Jika demikian, apakah secara substansi evaluasi
atas RKPD dengan LAKIP sama? Idealnya sama hanya saja meskipun dasar penyusunan
keduanya adalah RPJMD namun dalam implementasinya penyusunan LAKIP lebih
didasarkan pada dokumen penetapan kinerja (TAPKIN) sedangkan evaluasi RKPD
dasarnya adalah RKPD itu sendiri. TAPKIN adalah berisi sasaran dan target
kinerja yang disusun setelah APBD ditetapkan. Di sisi lain RKPD adalah dokumen
perencanaan kerja yang disusun sebelum APBD ditetapkan. Idealnya APBD yang
ditetapkan mengacu pada RKPD. Namun demikian, dalam proses penetapan APBD
banyak hal yang terjadi. Sehingga, bisa jadi banyak kegitan yang telah
direncanakan dalam RKPD tidak ditetapkan penganggarannya. Gap inilah yang
mungkin terjadi dalam proses penyusunan evaluasi RKPD dan LAKIP.
Source :
Warung Kopi Pemda (Nur Ana Sejati).
Perbedaan Evaluasi
RPJM Dengan LAKIP, repost by Rulianto Sjahputra.
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter