Pages

Rabu, 16 April 2014

Optimasi Antara Efisiensi Dan Efektivitas



Optimasi Antara Efisiensi Dan Efektivitas
Optimasi Antara Efisiensi Dan Efektivitas

Manajemen berbasis kinerja yang dipraktekkan oleh organisasi pemerintah seperti sekarang ini, fokus utamanya adalah pada pencapaian efektivitas. Untuk mencapai efektivitas itu, sebuah program/kegiatan juga dituntut efisien (dan tentu saja harus ekonomis). Namun ternyata program/kegiatan yang telah efisien belum tentu efektif. Sebagai contoh, pembangunan jalan telah dilakukan dengan perolehan harga yang ekonomis dan telah dianggap efisien namun karena tidak dimanfaatkan oleh masyarakat, maka tujuan dari program/kegiatan pembangunan jalan tersebut tidak tercapai. Artinya program/kegiatan tersebut sudah efisien, namun tidak efektif. Dari perspektif manajemen kinerja, program/kegiatan pembangunan jalan tersebut telah gagal. Pertanyaannya, apakah sebuah program/kegiatan yang dikatakan telah efektif juga bisa efisien? Jika kita kaitkan pentingnya sebuah instansi pemerintah ber-SPIP salah satunya adalah tercapainya tujuan organisasi melalui program/kegiatan yang dilaksanakan secara efisien dan efektif, maka pertanyaan tersebut menjadi sangat menarik untuk dibahas. Diksi “dan” dan bukan “atau” dalam frase secara efisien dan efeltif mensyaratkan kedua kondisi tersebut harus dipenuhi. Tetapi mungkinkah hal itu bisa ditemukan?

Organisasi pemerintah sering kesulitan mencapai kondisi optimum antar efisiensi dan efektivitas. Mengapa demikian? Karena kenyataannya, antara kondisi yang efisien dan kondisi yang efektif sulit ditemukan. Suatu kegiatan mungkin dikatakan efisien, namun belum tentu efektif. Sebaliknya, suatu kegiatan mungkin efektif, tapi tidak efisien. Kita ambil contoh mudah saja, misalkan sebuah pemda menyelenggarakan suatu kegiatan Workshop Pengoperasian Aplikasi Barang Milik Daerah Berbasis Web di Jakarta dengan realisasi belanja sebesar Rp100 juta.  Apakah menurut Anda kegiatan tersebut efisien (dan tentu saja ekonomis) sekaligus efektif? Untuk menjawab hal tersebut, kita perlu memahami pengertian dari ekonomis, efisiensi, dan efektif.

Ekonomis berhubungan dengan konversi input primer berupa sumber daya keuangan menjadi input sekunder berupa tenaga kerja, bahan, jasa, dan barang modal yang dikonsumsi dalam rangka pelaksanaan sebuah program/kegiatan. Ekonomis mengandung pengertian bahwa sumber daya input seharusnya diperoleh dengan harga lebih rendah (mendekati harga pasar), sehingga harga input sekunder yang didapat tidak terjadi kemahalan atau pemborosan sumber daya input primer. Konsep ekonomis sangat relatif karena faktor lokasi dan waktu terkait perbedaan harga pasar (menurut pakar yang lain juga karena faktor spesifikasi dari barang/layanan sebagai input sekunder).

Efisiensi berbicara mengenai input dan output. Efisiensi terkait dengan hubungan antara output yang dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan (input) untuk menghasilkan output. Sebuah program/kegiatan dikatakan efisien apabila mampu menghasilkan output tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input tertentu mampu menghasilkan output sebesar-besarnya. Oleh karena itu, efisiensi merupakan sebuah rasio antara output dengan input (output per unit input). Untuk memperbaiki tingkat efisiensi, maka diperlukan upaya: 1. meningkatkan output untuk jumlah input yang sama, 2. meningkatkan output dengan proporsi kenaikan output yang lebih besar dibandingkan proporsi kenaikan input, 3. menurunkan input untuk jumlah output yang sama, dan 4. menurunkan input dengan proporsi penurunan yang lebih besar dibanding proporsi penurunan output.

Optimasi Antara Efisiensi Dan Efektivitas
Pilih efisien atau efektiv?. (yang bijak mensingkronkan keduanya).

Sedangkan efektivitas berbicara mengenai hubungan antara output dengan outcome. Suatu program/kegiatan dikatakan efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan (berupa outcome) yang diharapkan. Konsep efektivitas sulit diukur karena umumnya outcome baru bisa diukur setelah program/kegiatan berakhir. Selain itu, output yang dihasilkan oleh program/kegiatan suatu instansi pemerintah banyak yang berupa intangible.

Kembali pada contoh kasus di atas, apakah sebuah kegiatan Workshop Pengoperasian Aplikasi Barang Milik Daerah Berbasis Web yang diselenggarakan di Jakarta oleh pemerintah daerah sudah efisien dan sekaligus efektif? Ukuran efektifitas kegiatan Workshop Pengoperasian Aplikasi Barang Milik Daerah Berbasis Web dapat dilihat dari tujuan yang diharapkan dari diselenggarakannya kegiatan tersebut. Misalnya, peserta harus telah menguasai pengoperasian aplikasi Barang Milik Daerah Berbasis Web dengan bukti bahwa selama workshop para peserta telah mampu melakukan input data BMD milik pemerintah daerah hingga selesai. Katakanlah tujuan kegiatan tersebut telah dapat dicapai, yang artinya kegiatan telah berjalan efektif. Namun, bisa kah kita mengatakan bahwa kegiatan tersebut telah efisien? Tentu saja sangat sulit untuk menyimpulkan bahwa kegiatan tersebut telah efisien (dan tentu saja telah ekonomis) karena baik efisiensi maupun ekonomis merupakan sebuah konsep yang relatif. Namun setidaknya, jika suatu program/kegiatan telah efektif berarti telah ada kepastian bahwa output program/kegiatan tersebut telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Nah, sekarang tinggal kita menilai input dari kegiatan workshop tersebut.

Pertanyaannya, input sekunder apa saja yang diadakan dan dibayarkan dari anggaran yang disediakan? Salah satu input primer yang perlu kita analisis adalah belanja perjalanan dinas. Belanja perjalanan dinas terdiri dari komponen uang saku harian, uang transport, dan uang hotel. Sekarang kita perlu bertanya, apakah workshop tersebut harus diadakan di Jakarta? Jawabannya bisa ya dan bisa tidak. Jawabnnya ya, apabila memang penyelenggara workshop bertempat di Jakarta dan kegiatan tersebut diikuti oleh seluruh pemda seluruh Indonesia. Akan menjadi tidak efektif (mungkin juga menjadi tidak efisien) apabila narasumber workshop harus mendatangi satu persatu pemerintah daerah. Jika pesertanya hanya dari satu pemerintah daerah saja, mengapa harus ke Jakarta? Apakah tidak memungkinkan untuk mendatangkan narasumber ke daerah? Jika memungkinkan, mengapa workshop tersebut tidak diselenggarakan di daerah saja, sehingga belanja perjalanan dinas tidak harus dianggarkan dalam jumlah yang sangat besar. Artinya, jika hal itu dapat ditempuh, maka program/kegiatan tersebut menjadi lebih efisien apabila diselenggarakan di daerah saja.

Tidak berhenti sampai disini saja, apabila diselenggarakan di lokasi pemerintah daerah, maka pemilihan tempat pelaksanaan workshop juga menentukan efisien tidaknya. Jika kapasitas dan fasilitas pendukung sama-sama memadainya, maka pemilihan hotel sebagai tempat penyelenggaraan workshop tentu merupakan keputusan yang mengakibatkan inefisiensi kegiatan, terlebih sebenarnya pemerintah daerah telah memiliki tempat yang memadai untuk dilaksanakannya kegiatan workshop tersebut. Seandainya pun, pemda harus menyelenggarakan kegiatan workshop tersebut di hotel (karena ketiadaan tempat yang memadai), maka pemda harus memilih hotel yang menawarkan fasilitas yang memadai dengan harga sama dibandingkan memilih hotel yang memiliki fasilitas kurang, atau memilih hotel yang lebih murah apabila fasilitas yang ditawarkan hampir sama. Namun perlu diingat, jangan sampai tindakan efisiensi tersebut mengakibatkan efektivitas pencapaian tujuan menjadi tidak tercapai.

Inefisiensi sering terjadi karena proses perencanaan dan penganggaran yang tidak cermat. Inefisiensi harusnya bisa dicegah sejak tahap perencanaan dan penganggaran. Inefisiensi pada banyak kasus tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Sebagai contoh, dimisalkan pagu untuk penginapan seorang pejabat eselon II sebesar Rp1.000.000/hari. Inefisiensi yang tidak melanggar ketentuan terjadi apabila pejabat tersebut merealisasikan biaya penginapannya juga sebesar Rp1juta/hari. Padahal, bisa jadi biaya tersebut dapat ditekan dengan memilih penginapan yang harganya lebih murah namun memiliki fasilitas yang sama. 

Dalam kontek penerapan SPIP, memang diperlukan keteladanan dari seorang pejabat publik untuk menerapkan kesederhanaan yang berdampak pada efisiensi biaya. Kebijakan yang ditempuh oleh Menkeu, Chatib Basri, yang melarang pejabat publik menggunakan layanan first class pada setiap perjalanan dinasnya, adalah salah satu contohnya.

Dalam ranah pemeriksaan (audit), kondisi dua bentuk inefisiensi  di atas jarang disentuh. Temuan-temuan hasil pemeriksaan lebih banyak mempersoalkan ketidakekonomisan seperti kemahalan harga, volume pekerjaan kurang dikerjakan, dan kelebihan pembayaran.

Pertimbangan yang seksama dalam menetapkan tingkat efisiensi dan efektivitas, khususnya pada tahap proses merencanakan sebuah program/kegiatan dan penganggarannya,  ternyata tidak mudah namun tidak berarti tidak bisa dilakukan. Pertimbangan seksama untuk mencari tingkat yang paling optimum antara efisien dan efektif diperlukan agar sejalan dengan tujuan instansi pemerintah melaksanakan SPIP: tercapainya tujuan organisasi melalui pelaksanaan kegiatan yang efisien dan efektif.
 --------------------end.
Eko Hery Winarno dalam Warung Kopi Pemda
Optimasi Antara Efisiensi Dan Efektivitas, repost by Rulianto Sjahputra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar