Pages

Minggu, 20 April 2014

Cara Mempercepat Penyerapan Belanja Barang Dan Belanja Modal Pemerintah Melalui Perpres Nomor 70 Tahun 2012


Perubahan jenjang nilai pengadaan untuk beberapa jenis pengadaan tersebut akan mampu mempercepat proses penyerapan belanja barang/modal.

 
Cara Mempercepat Penyerapan Belanja Barang Dan Belanja Modal Pemerintah Melalui Perpres Nomor 70 Tahun 2012
Perpres Nomor 70 Tahun 2012

Di akhir bulan Juli 2012, Pemerintah telah mengeluarkan perubahan kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yaitu dengan ditetapkannya Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Terbitnya perubahan kedua Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan B/J Pemerintah tersebut sebagai respon pemerintah atas hasil evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah sendiri terhadap pelaksanaan Perpres Nomor 54 Tahun 2010. Hasil evaluasi menyimpulkan bahwa implementasi pengadaan barang dan jasa pemerintah masih menemui banyak kendala yang diindikasikan dari masih rendahnya penyerapan belanja barang dan belanja modal pada instansi pemerintah pusat maupun daerah.

Perbedaan signifikan Dari Perpres Sebelumnya

Dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tersebut sangat banyak perubahan signifikan yang telah dilakukan oleh pemerintah agar dapat mempercepat proses penyerapan belanja barang dan belanja modal pada pemerintah pusat maupun daerah. Perubahan yang dilakukan lebih ditekankan kepada upaya untuk memperlancar pelaksanaan anggaran dan menghilangkan multitafsir yang menimbulkan ketidakjelasan bagi para pelaku dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Salah satu perubahan yang signifikan dan dianggap mampu memberikan solusi bagi kendala yang dihadapi oleh K/L/D/I adalah dengan diberikannya kelonggaran persyaratan keharusan memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa bagi Pejabat Pembuat Komitmen yang dijabat oleh PA dan KPA, termasuk Kepala ULP. Meskipun hal itu dapat memberikan solusi bagi K/L/D/I yang kebanyakan masih minim pegawai bersertifikasi keahlian pengadaan barang dan jasa, namun pemberian kelonggaran tersebut menimbulkan kekhawatiran lainnya, yaitu apakah dapat menjamin bahwa seorang PA atau KPA yang tanpa memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa akan mampu melaksanakan tugasnya sebagai PPK, semisal menyusun HPS dan rancangan kontrak? Seperti kita ketahui, di era otonomi daerah, pengangkatan seseorang ke dalam suatu jabatan struktural banyak yang tidak didasarkan pada kompetensi keahlian manajerial dan kompetensi khusus seperti keahlian dalam hal pengadaan barang dan jasa.

Jadi, jika seorang PA atau KPA tidak mampu melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai seorang PPK apakah hal tersebut justru akan menghambat proses pengadaan barang dan jasa itu sendiri? Selain itu, jika seluruh beban pekerjaan pengadaan harus ditanggung oleh PA atau KPA seorang diri, semisal pekerjaan konstruksi di Dinas Pekerjaan Umum, apakah hal tersebut justru akan menghambat proses pengadaan barang dan jasa? Menurut kami, persyaratan memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa (dalam pengertian bukan sekedar memiliki sertifikat, tetapi benar-benar memiliki keahlian dalam proses pengadaan barang dan jasa) merupakan keharusan mutlak. Apakah sertifikasi pengadaan barang dan jasa yang telah diselenggarakan oleh LKPP menjamin bahwa seseorang akan ahli dalam menangani proses pengadaan barang dan jasa? Seharusnya demikian ya. Apabila masih belum, maka harus dilakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan sertifikasi keahlian pengadaan barang dan jasa yang telah berjalan selama ini.

Cara Mempercepat Penyerapan Belanja Barang Dan Belanja Modal Pemerintah Melalui Perpres Nomor 70 Tahun 2012
Gambar Ilustrasi

Pembaca yang budiman…..
Perubahan lainnya dalam Perpres Nomor 70 tahun 2012 adalah ditingkatkannya jenjang nilai pengadaan langsung untuk pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dan seleksi sederhana dari “hingga Rp100 juta” menjadi “hingga Rp200 juta”. Juga dilakukan perubahan jenjang nilai pelelangan sederhana untuk pemilihan penyedia barang/jasa lainnya dan pemilihan langsung untuk pemilihan penyedia pekerjaan jasa konstruksi dari “paling tinggi Rp200 juta” menjadi “paling tinggi Rp 5 milyar”. Perubahan jenjang nilai pengadaan untuk beberapa jenis pengadaan tersebut akan mampu mempercepat proses penyerapan belanja barang/modal.

Nah, masalahnya apakah betul akan demikian? Sebenarnya hal itu dapat menstimulus percepatan penyerapan belanja barang dan belanja modal. Sebagai contoh, untuk pengadaan langsung kebutuhan operasional K/L/D/I seperti ATK yang dianggarkan hingga Rp200 juta tidak perlu melakukannya dengan pelelangan umum, tetapi dapat langsung membeli ke toko ATK. Akan tetapi permasalahannya apakah dengan dinaikannya jenjang nilai pengadaan tersebut serta merta K/L/D/I akan menguras uangnya hingga habis untuk membeli ATK melalui pengadaan langsung? Tidak kan? Semestinya K/L/D/I membelanjakan uangnya sesuai kebutuhan akan penggunaan ATK selama setahun.


Cara Mempercepat Penyerapan Belanja Barang Dan Belanja Modal Pemerintah Melalui Perpres Nomor 70 Tahun 2012
Petunjuk Teknis Perpres Nomor 70 Tahun 2012


Mempercepat Penyerapan Anggaran

Apa sih sebenarnya yang menghambat penyerapan anggaran belanja barang dan belanja modal, khususnya di pemerintah daerah? Apakah disebabkan hanya oleh hal-hal sebagaimana telah diterangkan di atas?

Banyak faktor lainnya yang menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran belanja barang/modal tersebut. Semisal banyak pelaksanaan pekerjaan perencanaan/desain untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan pada tahun berjalan. Jika terjadi keterlambatan penyelesaian dan penyerahan hasil pekerjaan perencanaan, maka sudah pasti hal tersebut akan menghambat proses pengadaan pekerjaan konstruksinya atau jadwal pengadaan pekerjaan konstruksi menjadi mundur. Apalagi kemudian jika terjadi pelelangan/tender ulang, baik untuk pekerjaan jasa konsultansi maupun pekerjaan konstruksi, maka tentu hal tersebut akan menghambat proses penyelesaian pekerjaan fisik yang pada akhirnya memperlambat proses pembayaran pekerjaan itu sendiri. Lebih-lebih kalau sampai terhenti di akhir tahun anggaran dan terpaksa diluncurkan di tahun anggaran beikutnya. Jelas saja penyerapan anggaran belanja barang/modal terkait dengan pengadaan barang/jasa tersebut akan sangat rendah bahkan nihil.

Oleh karenanya, PA/KPA harus menyusun rencana umum pengadaan secermat mungkin (lihat pasal 22 dan pasal 23 Perpres Nomor 70 Tahun 2012). Rencana umum pengadaan untuk tahun berikutnya harus dilakukan pada tahun berjalan. Substansi rencana umum pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan barang/jasa yang dibutuhkan oleh SKPD dan rencana penganggarannya yaitu apakah akan didanai sendiri oleh SKPD atau merupakan dibiayai secara bersama (cofinancing). Selain itu, PA/KPA menetapkan kebijakan pemaketan pekerjaan dan cara pelaksanaan pengadaan barang/jasa (secara swakelola atau melalui penyedia barang dan jasa), pengorganisasian pengadaan barang dan jasa, dan menetapkan ketentuan penggunaan produksi dalam negeri. Yang lebih penting lagi adalah bahwa PA/KPA harus menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK). Berdasarkan KAK tersebut, PA/KPA harus membuat time table dari seluruh paket pekerjaan yang telah ditetapkan. Pembuatan time table ini lah yang sering kurang diperhatikan oleh para PPK terutama yang memegang lebih dari satu kegiatan/paket pekerjaan. Penjadwalan rencana pelaksanaan kegiatan/paket pekerjaan tersebut sangat penting artinya bagi PA/KPA, yaitu sebagai alat pengendalian dan monitoring bagi PA/KPA atas kinerja PPK.

Apa masalah lainnya? Faktor lainnya, barangkali adalah masalah beban kerja. Yaitu bagaimana membagi seluruh beban kerja khususnya terkait dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa di SKPD tersebut kepada pegawai yang memenuhi syarat sebagai PPK. PA/KPA harus mempertimbangkan banyak faktor seperti tingkat kesulitan teknis pekerjaan, risiko yang mungkin dihadapi dalam melaksanakan suatu paket pekerjaan, dan kemampuan teknis dan manajerial masing-masing PPK yang akan ditunjuk menangani suatu paket pekerjaan. Membagi beban kerja atau paket pekerjaan kepada PPK secara seimbang bukan dengan dengan cara membagi rata, tetapi dengan mempertimbangkan ketiga hal tadi.

Demikian juga faktor beban kerja yang harus dipikul oleh Kelompok Kerja ULP. Bisa saja masalah beban kerja yang mesti dibagi kepada PPK telah tertangani dengan baik, namun jika Kelompok Kerja ULP tidak mampu menangani seluruh kegiatan/paket pekerjaan maka sudah tentu akan menghambat pelaksanaan proses pengadaan barang dan jasa yang sudah direncanakan dengan matang oleh PA/KPA. Akan terjadi antrian panjang di ULP. Apalagi ULP hanya dibentuk di tingkat pemerintah daerah dan harus menangani paket pekerjaan di seluruh SKPD di lingkungan pemerintah daerah itu. Oleh karenanya, jumlah Kelompok Kerja ULP harus cukup memadai dan terdiri dari orang-orang yang telah memiliki sertifikasi keahlian barang dan jasa, meskipun dalam pengadaan barang/jasa yang bersifat khusus dapat dibantu oleh tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis.

Galeri Gambar Perbedaan Perpres No. 70/2012 Dengan Perpres No. 54/2010

Cara Mempercepat Penyerapan Belanja Barang Dan Belanja Modal Pemerintah Melalui Perpres Nomor 70 Tahun 2012
Perbedaan Perpres No. 70/2012 dengan Perpres No. 54/2010


Cara Mempercepat Penyerapan Belanja Barang Dan Belanja Modal Pemerintah Melalui Perpres Nomor 70 Tahun 2012
Perbedaan Perpres No. 70/2012 dengan Perpres No. 54/2010


Cara Mempercepat Penyerapan Belanja Barang Dan Belanja Modal Pemerintah Melalui Perpres Nomor 70 Tahun 2012
Perbedaan Perpres No. 70/2012 dengan Perpres No. 54/2010


Semoga dapat memberikan manfaat untuk anda pembaca yang budiman.
-------------------end.

Referensi : Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Perpres Nomor 54 Tahun 2010 (Sebagai bahan  komfaratif)

Kontributor : Diskusi Warung Kopi Pemda
Edit & Post : Rulianto Sjahputra, Cara Mempercepat Penyerapan Belanja Barang Dan Belanja Modal Pemerintah Melalui Perpres Nomor 70 Tahun 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar