Pages

Rabu, 16 April 2014

SPIP : Perbaikan Sistem Atau Manusianya?


Tidak adanya kejelasan reward dan punishment jelas tidak memberikan insentif bagi para PNS untuk berkinerja baik. Atau malah sebaliknya, yang malas dan tidak punya kompetensi justru mendapat jabatan sebagai kepala SKPD karena kedekatannya dengan kepala daerah. Siapa pun yang menjadi staff-nya pasti akan sakit hati. Kalau sebelumnya kita begitu bersemangat untuk bekerja secara ikhlas lambat laun keikhlasan tersebut akan luntur. Bukan karena bernafsu mendapatkan jabatan tapi secara psikologis pastilah setiap orang ingin dipimpin oleh orang yang layak memimpin.

SPIP : Perbaikan Sistem Atau Manusianya?
SPIP : Perbaikan Sistem Atau Manusianya?


Apa Yang Ditawarkan SPIP? Perbaikan Sistem Atau Manusianya?

Ketaatan penduduk indonesia terhadap Tuhan (mungkin) mencapai 90%. Tapi kenapa korupsinya juga tinggi?

Apa pendapat Pembaca yang budiman terhadap pernyataan di atas?
Miris? Atau biasa saja? Bisa jadi dua-duanya….

Ya..karena sebenarnya pertanyaan di atas sering kita dengar. Kami yakin Pembaca yang budiman pun berfikir demikian. Bahkan mungkin lebih dari sepuluh tahun yang lalu pertanyaan senada juga sudah sering dilontarkan. Namun, kali ini pernyataan dari mantan rektor sebuah Universitas Islam menjelang berbuka puasa di hari pertama bulan Ramadhan tersebut memancing kami untuk memberikan respon yang berbeda dari sebelumnya.

Memprihatinkan memang…negeri yang mayoritas taat beribadah justru menjadi negeri yang selalu menempati rangking tertinggi dalam rating korupsi. Apa yang salah? Banyak yang mengatakan karena sebagian besar berpredikat Islam KTP sehingga nilai-nilai agama yang dijalankan tidak menyentuh esensinya. Atau, efek sekularisasi yang memisahkan antara agama dengan aspek duniawi? Akibatnya, kesalehan individu tidak membentuk kesalehan sosialnya. Bisa jadi benar. Tapi Kami sendiri juga kurang yakin kalau kedua faktor itu dianggap sebagai trigger orang untuk melakukan korupsi.

Mau tau jawabannya?

Dalam tulisan ini kami mencoba mendekati masalah ini dari aspek ke-sistem-an. Memang benar dan diakui bahwa akar permasalahan korupsi dan konco-konconya terletak pada manusia yang menjalankan sebuah sistem. Namun, manusia yang tidak profesional dan korup itu sendiri pun sebenarnya terbentuk dari sebuah sistem yang lemah.

Ya.. Menyandingkan manusia dengan sistem memang mirip dengan menanyakan mana yang lebih dulu: telur atau ayam.

Namun, untuk membangun manusia harus dimulai dari sebuah sistem yang kuat. Membangun sistem yang bisa memproduksi manusia yang taat jauh lebih efektif dari pada membuat gerakan perubahan yang mengandalkan kekuatan orang per orang. Lihat saja, ketika mengunjungi Singapura orang Indonesia mendadak menjadi orang yang peduli pada lingkungan: tidak membuang sampah sembarangan. Sama halnya dengan ketika mereka membuat janji untuk bertemu dengan rekannya di Australia, Inggris atau negara maju lainnya. Tiba-tiba mereka membuang jam karetnya entah ke mana. Singkatnya, orang yang buruk bisa tiba-tba menjadi orang baik ketika masuk ke dalam sebuah sistem yang sudah terbangun dengan baik. Sebaliknya, orang yang baik-baik ketika masuk ke dalam sitem yang buruk lambat laun akan menjadi buruk. Tidak perlu jauh-jauh untuk mengambil contoh. Berapa banyak aktivis-aktivis kampus yang tiba-tiba menjadi ‘biasa-biasa’ saja ketika masuk menjadi PNS dan larut dengan keadaan? Atau, yang terjadi mereka tidak sanggup menerjemahkan ‘perjuangan’ mereka di mimbar-mimbar demonstrasi dalam konteks kinerja abdi negara yang sesungguhnya.

Lalu, bagaimana menyelesaikan masalah bangsa dalam kerangka ke-sistem-an?

Pendekatan kesisteman pada dasarnya adalah pendekatan yang melihat dari aspek yang lebih luas, bukan orang perorang. Oxford Dictionary menerjemahkan sistem sebagai: group of parts that are connected or work together atau sekumpulan bagian-bagian yang terhubung atau bekerja secara bersama-sama.

Dalam tubuh manusia sendiri ada banyak sistem. Untuk bernafas saja diperlukan hidung, trakea , paruparu , tulang rusuk , otot interkosta, bronku, bronkiol, alveolus dan diafragma. Manusia bisa menikmati udara segar karena berjalannya seluruh bagian-bagian tubuh yang membentuk sistem pernafasan. Jika salah satu bagian tersebut bermasalah maka terganggulah seluruh proses pernafasan. Tenggorokan yang radang saja bisa mengganggu proses pernafasan. Apalagi jika yang bermasalah paruparunya tentu dampak terhadap proses pernafasan lebih besar.

Sama halnya dengan sistem penyelenggaraan negara yang menjadi satu kerangka besar dalam tata kelola pemerintahan. Dari satu sistem tersebut diturunkan menjadi sistem-sistem yang lebih kecil. Keseluruhan sistem tersebut secara integral bekerja secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bernegara. Sistem-sistem tersebut diantaranya adalah pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan keuangan negara, hingga sistem pemilihan kepala daerah/negara.

Kalau kemudia timbul suatu penyakit atau permasalahan akibat tidak berjalannya sistem tersebut maka pengobatannya pun harus menggunakan pendekatan kesisteman pula. Makanya, melihat korupsi tidak bisa dilihat dari aspek ‘beriman’ tidak-nya seseorang. Memang, seharusnya orang-orang yang ‘beriman’ idealnya mempunyai integritas dan profesionalisme yang lebih dibanding yang tidak. Tetapi, permasalahan runyamnya tata kelola pemerintahan lebih kepada belum terbangunnya sistem penyelenggaraan negara yang baik. Pertanyaan selanjutnya, jika sistem tersebut telah terbangun kuat apakah sudah dijalankan secara konsisten?

Mari kita coba lihat dari aspek pengelolaan sumber daya manusia saja…

Tau PGPS? PGPS* adalah akar permasalahan buruknya kinerja PNS/ASN. Percaya? 90% Kami yakin anda akan sepakat. Tidak adanya kejelasan reward dan punishment jelas tidak memberikan insentif bagi para PNS untuk berkinerja baik. Atau malah sebaliknya, yang malas dan tidak punya kompetensi justru mendapat jabatan sebagai kepala SKPD karena kedekatannya dengan kepala daerah. Siapa pun yang menjadi staff-nya pasti akan sakit hati. Kalau sebelumnya kita begitu bersemangat untuk bekerja secara ikhlas lambat laun keikhlasan tersebut akan luntur. Bukan karena bernafsu mendapatkan jabatan tapi secara psikologis pastilah setiap orang ingin dipimpin oleh orang yang layak memimpin. Itu baru satu kelemahan pengelolaan SDM, belum lagi rekrutmen yang amburadul dan penempatan pegawai yang tidak berdasarkan kompetensi.

Bagaimana dengan sistem tata pemerintahan yang lain? Pemilukada? Hmmm… untuk yang satu ini justru banyak yang mengatakan bahwa kinerja pemerintah daerah semakin buruk sejak diterapkannya pemilukada. Intervensi politik dalam birokrasi semakin kental karena sistem pemilihan kepala daerah yang baru ini. Lagi-lagi sistem….

Ya.. permasalahan seperti ini lazim terjadi di negara-negara berkembang. Korupsi dan konco-konconya sesungguhnya bukanlah monopoli negara-negara yang penduduknya ‘beriman’. Namun, disebabkan oleh kesalahan membangun dan menegakkan sistem yang bisa jadi sengaja dibangun secara lemah oleh beberapa gelintir manusia.

Bagaimana dengan sepip atau SPIP?

SPIP melihat permasalahan ini dari aspek kesisteman. Terang saja, dari singkatan katanya saja sudah menyebutkan sistem pengendalian intern pemerintah he..he… Sistem pengendalian intern melekat pada setiap aktivitas pemerintahan baik pada level pusat, daerah atau pada tingkat SKPD. SPIP ibarat darah yang mengaliri seluruh tubuh. Ia melekat dalam setiap aktivitas instansi pemerintah. 

Contoh Berjalannya Perbaikan Sistem di KPPN

Kemarin, kami sempat ‘mewawancarai’ rekan yang kebetulan sering berurusan dengan KPPN** di kota tempat kami tinggal. Nah, ternyata rekan tersebut menyatakan KPPN sudah banyak berubah. Untuk mencairkan dana tidak ada lagi yang namanya ‘lampiran’. Ia mengatakan ‘Bersih’ dan yang lebih penting tidak berbelit-belit. Birokrasi dipangkas sehingga proses pencairan dana tidak membutuhkan waktu yang lama asal dokumen yang dipersyaratkan lengkap. Cukup dua jam dana bisa cair.

Apa yang dilakukan oleh KPPN? Perbaikan sistem. Ya…sistem lah yang telah mereka perbaiki. Percepatan proses pengurusan tidak akan pernah terjadi jika tidak ada perbaikan di sistem dan prosedur yang berorientasi pada kepuasan layanan pelanggan. Percaya? Pegawai-pegawai yang mempunyai pola pikir jadul yang terbiasa dengan ‘lampiran’ dikandangkan dan diganti dengan fresh graduated yang masih ‘lugu’. Hasilnya, sempuuurnaaa…..

Apa yang dilakukan oleh KPPN adalah contoh dari penerapan SPIP yang juga merupakan sebuah proses reformasi birokrasi. SPIP adalah sistem pengendalian yang bertujuan untuk membangun dan memperbaiki sistem dalam instansi pemerintah, bukan perbaikan yang bersifat individu-individu. Tapi, tidak berarti SPIP tidak melihat aspek individu. Melainkan memperbaiki individu dengan pendekatan kesisteman.

Bagaimana pendapat anda pembaca?. Semoga bermanfaat.
--------------------------------end.

Keterangan editor :

* PGPS : adalah Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil yang kemudian popular dengan singkatan PGPS. PGPS yang terkenal adalah PGPS 1968 yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1968 Tentang Perobahan Dan Penambahan Atas PP-RI Nomor 12 Tahun 1967 (Lembaran Negara Tahun 1967  Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2833) Tentang PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1968 (P.G.P.S. 1968). (ed. Rulianto Sjahputra).

** KPPN : Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang kemudian dikenal dengan sebutan KPPN. KPPN berada di bawah struktur Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia. (ed. Rulianto Sjahputra).

Referensi : PP RI No. 60/2008 tentang SPIP, Diskusi Warung Kopi Pemda.
Kontributor : Nur Ana Sejati
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Editor & Repost by Rulianto Sjahputra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar