|
Penyusutan air sungai Cisadane di Sepatan Timur Kab. Tangerang |
TEMPO.CO, Tangerang-Hamparan Delta berwarna putih, coklat, kuning gading hingga kehitaman memanjang mengikuti aliran sungai Cisadane, Tangerang Banten menjadi pemadangan menakjubkan. Bentuk daratan yang terbentuk dari pengendapan sedimen di dasar sungai terbesar dan terpanjang di Tangerang tersebut hanya bisa dilihat saat sungai mengering karena kemarau berkepanjangan.
Endapan di pinggiran dan tengah sungai itu terlihat dari hulu sungai wilayah Serpong Tangerang Selatan hingga hilir Teluk Naga Kabupaten Tangerang. Tempo menelusuri sungai Cisadane lalu mendapati dasar sungai sudah terlihat jelas. Air hanya mengalir dibagian cekung.
Dipintu air 10 air masih terlihat berwarna coklat kekuningan dengan ketinggian jauh di bawah lumpur yang menumpuk dan sudah pecah-pecah karena kekeringan. "Kalau lagi kering begini, banyak bermunculan buaya darat, berpasangan lagi," kata Sukri, penjaga bendung Cisadane. Buaya darat yang dimaksud Sukri adalah pasangan muda-mudi yang berpacaran di hamparan batu-batuan dan delta sungai Cisadane.
Di bagian hilir sungai setelah pintu air 10, air sungai semakin mengecil berwarna hitam pekat dan berbusa. Bau busuk menyengat. Warna hitam pekat, busa dan bau menusuk tersebut diduga air sudah bercampur limbah industri yang berada di aliran sungai tersebut.
Kondisi ini cukup menyulitkan bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari air sungai Cisadane, seperti Suratman, 35 tahun, pemilik usaha jasa eretan di kampung Lio, Sepatan Timur. Eretan adalah alat penyeberangan sungai berbentuk perahu besar yang kemudian ditarik menggunakan tali atau kawat dari seberang sungai ke seberang lagi.
Dari pintu air Cisadane hingga Sepatan sedikitnya ada 10 jasa eretan yang merupakan transportasi warga menyeberang dari kampung ke kampung lain. "Kalau sungai kering begini, untuk menarik membutuhkan tenaga cukup besar," kata Suratman.
Keringnya Cisadane juga dirasakan pahit masyarakat di bagian hilir atau wilayah utara Tangerang. Warga yang selama ini memanfaatkan air irigasi untuk keperluan mandi, mencuci dan mengairi sawah terpaksa tidak kebagian air lagi. Sudah tiga pekan ini suplai dari Cisadane terhenti."Pintu air bendung Cisadane sudah tiga pekan ini tidak dibuka, otomatis saluran irigasi menjadi kering," kata Sarimi,40 tahun, warga Pondok Kelor, Sepatan Timur.
Para petani juga terkena imbas krtisinya sungai Cisadane."Kami pasti gagal panen, karena sawah kering," kata Pungut, 80 tahun, petani di Desa Kramat, Kecamatan Pakuaji. Pungut yang memiliki empat bidang sawah mengaku mengalami kerugian yang cukup besar akibat gagal panen."Padi tidak berisi beras (puso)," katanya.
Kepala Bendung Pintu Air 10 Cisadane, Sumarto mengatakan debit sungai Cisadane saat ini masuk pada fase kritis. Ketinggian air sungai dengan luas 24 hektar tersebut terus menyusut hingga level terendah 11.00. "Tadi pagi 11.05, sore ini sudah 11.00, sudah kritis," katanya.
Menurut Sumarto, jika ketinggian air sudah diangka 10.00 maka sungai Cisadane sudah tidak bisa lagi digunakan baik untuk industri, pengolahan air bersih maupun pertanian. Saat ini, ia melanjutkan, debit Cisadane terus mengalami penyusutan dan sudah tidak bisa lagi dibendung atau di tampung sehingga tidka bisa dialirkan ke saluran-saluran irigasi. "Jangan dialirkan, ditampung saja sudah tidak bisa lagi," katanya.
Sumarto menambahkan, kemarau tahun ini merupakan yang terparah dalam 10 tahun terakhir. Susut Cisadane cukup signifikan diatas rata-rata normal yaitu 12.45 hingga 12.50.
___________________________
Joniansyah
Repost by rulianto sjahputra
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter