Pages

Jumat, 18 April 2014

Cara Menetapkan Indikator Kinerja Utama Dalam Dokumen Perencanaan Daerah

Banyak dari para birokrat di pemerintah daerah tidak berani mengambil risiko berkinerja seperti itu. Kriteria measureable dan achievable sering disalahartikan oleh para birokrat di pemerintah daerah untuk memilih kinerja yang ‘aman’ dan mudah untuk dicapai kinerjanya.

Cara Menetapkan Indikator Kinerja Utama Dalam Dokumen Perencanaan Daerah
Menetapkan Indikator Kinerja Utama

Pembaca yang budiman, penetapan indikator kinerja merupakan bagian yang sangat penting dari tahapan SAKIP. Sayangnya, kesadaran  mengenai hal itu masih sangat tipis di kalangan pemerintah daerah. Beberapa clueyang bisa kita lihat, misalnya, indikator kinerja belum dijadikan sebagai alat ukur kinerja dalam dokumen perencanaan daerah. Kalaupun hal itu sudah dilakukan, masih terdapat inkonsistensi penggunaan indikator kinerja pada dokumen perencanaan daerah yang berbeda (RPJMD/Renstra, Renja, Penetapan Kinerja, DPA, dan LAKIP) sehingga sulit untuk mengukur kinerja yang sesungguhnya.  Menteri PAN dan RB telah menegaskan dalam Peraturan Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) Di Lingkungan Instansi Pemerintah, bahwa dalam rangka mengukur serta meningkatkan kinerja dan akuntabilitas kinerja, maka setiap instansi pemerintah (pusat dan daerah) harus menetapkan IKU di lingkungannya masing-masing. Masalahnya, bagaimana mengaplikasikan ketentuan tersebut dalam proses penyusunan dokumen perencanaan daerah?.

Kriteria SMART (Specific, Measureable, Achievable, Relevan, Time-Bound) ternyata tidak cukup mampu mengarahkan para perencana pembangunan untuk membuat dan menetapkan IKU yang sesuai dalam dokumen perencanaan daerah. Hal itu disebabkan, para perencana daerah sering terjebak dalam proses perumusan indikator kinerjanya sendiri sesuai kriteria SMART, tetapi ‘melupakan’ proses penetapan kinerja dan perancangan desain strateginya. Akibatnya, ketika para perencana pembangunan tersebut telah merumuskan dan menetapkan seperangkat indikator kinerja pada sasaran dan program/kegiatan, mereka menemukan kenyataan bahwa indikator-indikator tersebut tidak saling terkait satu sama lain dan capaian kinerja yang diharapkan tidak dapat diwujudkan. Jadi harus bagaimana?.

Tentu kita harus berawal dari proses penetapan kinerjanya itu sendiri. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil dari pelaksanaan suatu program/kegiatan dalam mewujudkan sasaran dan tujuan organisasi. Satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa kinerja tersebut harus berorientasi hasil (result oriented) dan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat (user oriented). Jika tidak demikian, maka akan terjadi gap expectation antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya.

Cara Menetapkan Indikator Kinerja Utama Dalam Dokumen Perencanaan Daerah
LAKIP

Sangat ironis apabila LAKIP suatu pemerintah daerah memperoleh peringkat A, namun masih terdapat bagian dari kinerjanya yang didemo oleh masyarakatnya karena tidak puas. Mengapa hal itu bisa terjadi? Salah satu sebabnya adalah karena para birokrat di pemerintah daerah kurang memahami apa yang diharapkan oleh masyarakatnya. Sebagai contoh, terkait permasalahan banjir, suatu pemerintah daerah hanya mengkinerjakan dalam dokumen perencanaan daerahnya berupa “terpantaunya kawasan yang dilanda banjir”. Bisa jadi indikator kinerja tersebut sudah memenuhi kriteria SMART, tetapi sudah pasti bukan kinerja yang diharapkan oleh masyarakat dari pemerintah daerahnya. Bandingkan dengan rumusan kinerja berupa “Menurunnya jumlah daerah yang dilanda banjir”. Sangat berbeda kan? Tentu rumusan kinerja terakhir yang akan lebih diterima oleh masyarakat.

Banyak dari para birokrat di pemerintah daerah tidak berani mengambil risiko berkinerja seperti itu. Kriteria measureable dan achievable sering disalahartikan oleh para birokrat di pemerintah daerah untuk memilih kinerja yang ‘aman’ dan mudah untuk dicapai kinerjanya. Nah, keberanian berkinerja merupakan faktor utama dalam proses penetapan kinerja dalam dokumen perencanaan daerah. Pemerintah daerah harus mampu menangkap harapan masyarakat itu baik melalui data yang mereka miliki atau mengandalkan masukan dari masyarakatnya (pembangunan partisipatif).

Cara Menetapkan Indikator Kinerja Utama Dalam Dokumen Perencanaan Daerah
Cara Menetapkan Indikator Kinerja Utama Dalam Dokumen Perencanaan Daerah

Hal berikutnya adalah proses perancangan desain strategi dalam mencapai kinerja yang diinginkan. Setelah kinerja yang diharapkan oleh masyarakat ditetapkan, maka tahapan berikutnya adalah menentukan strategi untuk mencapainya dalam bentuk kebijakan dan inisiatif berupa program dan kegiatan. Perancangan strategi tentu harus melihat pada permasalahan yang terjadi dan belum terpecahkan sampai dokumen perencanaan daerah disusun. Banjir, macet, sampah, kawasan kumuh, pedagang kaki lima (PKL), parkir liar, dan sebagainya adalah permasalahan kita hari ini yang harus dijawab oleh pemerintah daerah melalui kebijakan dan program-programnya. Untuk menentukan strategi yang tepat tentu harus diidentifikasi akar masalah (root case) dari permasalahan yang terjadi.

Akar masalah sering merupakan situasi yang tidak berdiri sendiri. Permasalahan banjir kadang juga menjadi penyebab kemacetan. Masalah sampah seringkali menjadi penyebab banjir di kota-kota besar. PKL sering menjadi penyebab munculnya parkir-parkir liar, dan sebagainya. Masalah-masalah yang berhasil diidentifikasi tersebut harus didukung dengan basis data capaian kinerja terakhir. Jika akar masalah telah berhasil diidentifikasi dan didukung dengan basis data yang memadai, maka akan mempermudah penentuan kebijakan yang akan diambil. Kebijakan yang akan diambil tersebut harus mampu memberi arah bagi penciptaan program dan kegiatan yang sesuai dan mampu mengatasi segala permasalahan yang masih terjadi.

Dalam merencanakan program dan kegiatan yang mampu mengatasi segala permasalahan tersebut maka jenis dan jumlahnya harus mempertimbangkan keterkaitan program/kegiatan satu sama lain, dimana hasilnya secara agregat akan mampu mewujudkan kinerja yang diinginkan. Seringkali, kinerja sasaran tidak cukup jika hanya dilaksanakan oleh satu SKPD saja, tetapi harus melibatkan sinergi, koordinasi, dan kolaborasi SKPD-SKPD lainnya. Jadi desain strategi dalam dokumen perencanaan daerah harus mampu mengidentifikasi SKPD pelaksana untuk mencapai kinerja sasaran. Selanjutnya, dalam dokumen perencanaan tahunan, prinsip penganggaran berbasis kinerja (ABK) harus menjadi dasar bagi penetapan target output dan outcome program/kegiatan. Jangan sampai terjadi seperti kata pepatah bagai pungguk merindukan bulan. Sumber daya yang ada tidak mencukupi untuk menghasilkan raihan kinerja (output dan outcome) yang diharapkan.

Nah, ketika proses penetapan kinerja dan perancangan desain strateginya telah memadai, maka tahapan berikutnya adalah mendesain IKU (Indikator Kinerja Utama) untuk mengukur kinerja berupa sasaran yang diharapkan dan program/kegiatan yang dirancang sedemikian rupa sehingga dianggap mampu mencapai sasaran (kinerja) yang diharapkan. Pada tahapan ini IKU untuk mengukur sasaran harus merupakan lag indicator (outcome measure). Sedangkan indikator output dan outcome (initial outcome) pada kegiatan harus merupakanlead indicator (performance drivers). Gabungan lead indicator pada berbagai program dan kegiatan untuk mencapai sasaran tertentu harus mampu mengkonfirmasi tercapai atau tidak tercapainya lag indicator. Harus ada hubungan sebab dan akibat antara lag indicator dan lead indicator. Bisa jadi rancangan strateginya sudah tepat, namun jika salah dalam menetapkan lead indicator, maka capaian lag indicatoruntuk mengukur kinerja sasaran tidak dapat dijelaskan.

Sebagai contoh, kinerja sasaran dalam RPJMD berupa “Menurunnya jumlah daerah yang dilanda banjir” diukur dengan lag indicator berupa “Persentase penurunan daerah yang dilanda banjir”. Beberapa program dan kegiatan yang dirancang mungkin akan melibatkan beberapa SKPD seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Bagian Hukum Sekretariat Daerah, dan Kecamatan/Kelurahan. Dalam rangka mencapai kinerja sasaran RPJMD tersebut, Dinas Pekerjaan Umum akan membuat program/kegiatan berupa Pemantauan dan Updating Basis Data Daerah Banjir, Pembangunan Drainase Baru, Pemeliharaan Drainase, dan Perencanan Sistem Drainase Perkotaan. Output kegiatan-kegiatan tersebut akan berupa dokumen pemantauan dan updating basis data daerah banjir, panjang drainase perkotaan yang dibangun, panjang drainasen perkotaan yang dipelihara, dan dokumen site plan sistem drainase perkotaan. Selanjutnya outcome awal dan outcome antara yang dihasilkan setelah terbangun atau tersedianya output kegiatan-kegiatan tersebut secara agregat harus mampu menurunkan daerah yang dilanda banjir (ultimate outcome).

Tentu saja hal tersebut belum cukup jika hanya dilakukan oleh Dinas PU, karena masalah banjir juga disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan/kawasan, berkurangnya daerah/kawasan resapan, penyempitan sungai karena bangunan di atasnya, dan sampah yang menyumbat karena rendahnya kesadaran masyarakat sendiri, serta faktor alam. Diperlukan pelibatan SKPD lain dan kesadaran masyarakat itu sendiri untuk mewujudkan daerah bebas banjir. Penetapan indikator output dan outcome program/kegiatan SKPD-SKPD tersebut secara agregat harus mampu menjawab tercapai atau tidaknya pencapaian indikator sasaran berupa “Persentase penurunan daerah yang dilanda banjir”.

Pembaca yang budiman…jadi, faktor utama penetapan IKU dalam dokumen perencanaan daerah adalah sangat tergantung pada keberanian berkinerja sebagai jawaban atas harapan masyarakat yang sesungguhnya, desain strategi dalam rangka mencapai kinerja yang diharapkan oleh masyarakat, dan desain IKU sasaran (lag indicator) dengan indikator kinerja program/kegiatan (lead indicator) yang menggambarkan cause and effect chain antara keduanya. Sedangkan keberhasilan pencapaiannya ditentukan oleh banyak faktor antara lain penetapan target yang didukung dengan basis data yang baik, disusun berdasarkan prinsip anggaran berbasis kinerja, komitmen dan kolaborasi segenap SKPD, serta kesadaran dan partisipasi masyarakat.
--------------------------end.

Referensi : Warung Kopi Pemda, arsip pribadi.
Kontributor : Eko Hery Winarno.
Cara Menetapkan Indikator Kinerja Utama Dalam Dokumen Perenvanaan Daerah, Editor & post by Rulianto Sjahputra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar