Pages

Minggu, 07 September 2014

Pengadaan Barang/Jasa Pada KPUD


Pengadaan Barang/Jasa Pada KPUD
Logo KPU

Tugas Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) dalam penyelenggaraan Pemilu di tingkat nasional maupun daerah memberikan konsekwensi pembiayaan atau pendanaan tidak hanya yang berasal dari APBN, tetapi juga berasal dari APBD pada daerahnya masing-masing. Pada praktek dalam penggunaan anggarannya perlu dicermati mana saja pembiayaan yang akan dikeluarkan terhadap peruntukan kegiatan yang harus sesuai dengan alokasi sumber dana yang diberikan. Pengadaan barang/jasa merupakan salah satu item penting dalam alokasi anggaran kegiatan dalam pelaksanaan tugas KPUD. Dengan dua sumber dana utama yang berasal dari APBN dan APBD, diharapkan KPUD tidak salah dan/atau tumpang tindih dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa yang dilakukan.

Untuk lebih memahami tentang pengadaan barang/jasa di KPUD, ada baiknya kita simak bersama artikel berikut di bawah ini, yang disajikan berdasarkan dari rujukan regulasi yang memayunginya.

Pendanaan KPUD

Berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 3 Permendagri Nomor 44 Tahun 2007, pendanaan penyelenggaraan Pemilu kepala daerah diklasifikasikan ke dalam kelompok belanja tidak langsung dan masuk ke dalam jenis belanja hibah.

Salah satu hal yang menarik mengenai tata cara penyelenggaraan Pilkada di dalam UU Nomor 22 Tahun 2007 adalah sumber pendanaannya. Pasal 114 ayat (5) UU tersebut menyatakan bahwa pendanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah wajib dianggarkan dalam APBD. Hal ini berbeda dengan Pemilu Presiden, DPR, DPD, serta DPRD dimana biaya penyelenggaranya bersumber dari APBN (lihat pasal 114 ayat (2)).

Berdasarkan aturan pelaksanaanya, pengaturan tentang pendanaan penyelenggaraan pemilhan kepala daerah yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah) tidak mengatur secara tegas mengenai prioritas pendanaan untuk pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut merupakan salah satu aturan pelaksana dari UU Nomor 22 Tahun 2007.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 3 Permendagri Nomor 44 Tahun 2007, pendanaan penyelenggaraan Pemilu kepala daerah diklasifikasikan ke dalam kelompok belanja tidak langsung dan masuk ke dalam jenis belanja hibah, obyek belanja hibah Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada KPU Kabupaten/Kota. Menurut ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.

Hambatannya adalah apabila pendanaan pemilihan umum kepala daerah dimasukkan ke dalam kelompok belanja hibah, berarti pemerintah daerah tidak mempunyai kewajiban/keharusan untuk menganggarkan pendanaan penyelenggaraan Pemilu kepala daerah di dalam APBD. Hal ini disebabkan karena Pasal 44 ayat (1) Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa belanja hibah bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus-menerus dan tidak wajib, serta harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan di dalam naskah perjanjian hibah daerah. Padahal ketentuan di dalam Pasal 114 Ayat (5) UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dengan tegas mengatur bahwa pendanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah wajib dianggarkan dalam APBD.

Beberapa hari terakhir mendapat beberapa konsultasi tentang pengadaan barang/jasa di Komisi Pemilihan Umum Daerah. Pertanyaan inti adalah seputar status pengadaan di KPUD yang notabene adalah afiliasi lembaga nasional ditingkat pusat yaitu KPU kemudian sumber pendanaan kegiatannya berasal dari Hibah Daerah.

Atas dasar ini kami mencoba mengumpulkan referensi aturan yang berkaitan untuk memastikan beberapa hal yaitu:
  1. Status kelembagaan KPUD.
  2. Status Ketua KPUD dan Sekretaris KPUD dalam organisasi pengadaan barang/jasa
  3. Status dana hibah daerah kepada KPUD dan metode pengadaan menyangkut dana hibah tersebut.
  4. Status pemberlakuan Perpres 54/2010 untuk pengadaan barang/jasa di KPUD


Status kelembagaan KPUD

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang  Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pada Pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu. Berdasarkan hal ini KPU dikategorikan sebagai Lembaga Negara Non Struktural.

Dari pasal ini apabila dikaitkan dengan Perpres 54/2010 Pasal 2 bahwa Ruang lingkup Perpres 54/2010 ini meliputi Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD. Maka sudah barang tentu pengadaan barang/jasa dilingkungan KPUD mengacu pada Perpres 54/2010.


Status Ketua KPUD dan Sekretaris KPUD dalam Organisasi Pengadaan Barang/Jasa

Ditelusuri dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009. KPUD mendapatkan dana dari Hibah Pemerintah Daerah sesuai tingkatannya. Belanja hibah pemilu kepada KPUD didasari oleh perjanjian hibah daerah.

Secara garis besar Ketua KPUD adalah pihak yang bertanggungjawab penuh terhadap penggunaan anggaran di KPUD. Karena pasal 10 Permendagri ini tegas menyatakan bahwa Ketua KPUD adalah penandatangan perjanjian hibah daerah.

UU No. 1/2004 tentang perbendaharaan negara mendefinisikan PA pada pasal  1 ayat 12 sebagai 12. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Hal ini diadopsi oleh Pasal 1 ayat 5 Perpres 54/2010. Dengan demikian Ketua KPUD ketika mendapatkan dana hibah untuk dikelola, sedang menjalankan tugas sebagai PA dalam ruang lingkup belanja hibah yang dipertanggungjawabkannya.

Permendagri 44/2007 Pasal 20 menyebutkan untuk tertib pengelolaan belanja hibah Pemilu Ketua KPUD menetapkan Bendahara dan Sekretaris KPU selaku atasan langsung Bendahara. Kemudian dari beberapa tugas dan tanggungjawab Sekretaris KPU sebagai atasan bendahara menurut pasal 22 disebutkan meliputi :
  1. melakukan pengendalian terhadap penggunaan anggaran;
  2. menandatangani ikatan perjanjian/kontrak pengadaan barang dan jasa dengan pihak ketiga;
  3. melakukan pengujian atas tagihan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan perundangundangan;
  4. melakukan pemeriksaan kas bendahara Belanja Hibah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
  5. Atasan Langsung Bendahara Belanja Hibah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bertanggungjawab kepada Ketua KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan Atasan Langsung bendahara Belanja Hibah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Panwaslu bertanggungjawab kepada Ketua Panwaslu.


Pasal ini juga sejalan dengan tugas PA/KPA yang diatur dalam UU 1/2004 tentang pelaksana anggaran belanja terutama pada pasal 18 dan 19. Kemudian dalam hal pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya, PA dapat menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pelaksana sebagian kewenangannya. Hal ini salah satunya diatur dalam Permendagri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dengan demikian Sekretaris KPUD berperan sebagai KPA dari Ketua KPUD.

Pengadaan Barang/Jasa Pada KPUD
Pengelola Anggaran Pemerintah

Sekretaris KPUD, sesuai Permendagri 44/2007 Pasal 20 huruf  b, menandatangani ikatan perjanjian/kontrak pengadaan barang dan jasa dengan pihak ketiga. Kemudian Permendagri 21/2011 Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 11 ayat (5) berbunyi bahwa dalam pengadaan barang/jasa, Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Tentang PPK ini Perpres 54/2010 pasal 11 ayat 1 juga menyebutkan tugas PPK salah satunya adalah menandatangani kontrak. Kita lihat ke pasal 8 ayat 1 salah satu tugas dan kewenangan PA adalah menetapkan PPK dan kewenangan ini tentu boleh dikuasakan kepada KPA sebagaimana diatur pada pasal 10 ayat 4. Artinya dalam kaitan pengadaan barang/jasa Ketua/Sekretaris KPUD dapat menetapkan personil PPK apabila diperlukan.


Status dana hibah daerah kepada KPUD dan metode pengadaan menyangkut dana hibah tersebut.

Seperti disebutkan pada bagian terdahulu bahwa sumber anggaran KPUD berasal dari Belanja Hibah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dianggarkan dalam APBD untuk digunakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.

Apabila dikaitkan dengan Perpres 54/2010 pasal 26 ayat 4, bahwa Pengadaan melalui Swakelola dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah lain Pelaksana Swakelola, maka pada saat Pemerintah Daerah memberikan hibah kepada KPUD yang notabene adalah Lembaga Negara telah terjadi proses swakelola.

Swakelola ini terjadi antara Pemerintah Daerah dengan KPUD sebagai Instansi Pemerintah Lain Pelaksana Swakelola, atau biasa disebut dengan swakelola tipe 2 dalam Perpres 54/2010.


Status pemberlakuan Perpres 54/2010 untuk pengadaan barang/jasa di KPUD

Untuk menjawab ini maka mengacu pada perpres 54/2010 pasal 30 huruf  c bahwa Pengadaan melalui Swakelola oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut diantaranya pengadaan berpedoman pada ketentuan dalam perpres 54/2010.

Hal ini berbeda narasinya dengan Swakelola tipe 3 yaitu swakelola dengan kelompok masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 31 huruf e yang berbunyi pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengadaan dan etika pengadaansebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini. Artinya pada swakelola tipe 3 ini titik pangkalnya cukup memperhatikan prinsip-prinsip pengadaan dan etika pengadaan.

Untuk itu jelas sekali bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada KPUD yang menjadi pelaksana swakelola wajib mengacu pada pasal-pasal yang tertuang dalam Perpres 54/2010.

Demekian sekelumit perihal pegadaan barang/jasa pada KPUD yang merujuk dari regulasi yang ada dengan catatan pada pertengahan bulan September tahun 2014 ini telah banyak terdengar akan wacana pengesahan RUU tentang Pemilu yang baru. Sehingga bisa jadi aturan pengadaan barang/jasa pada KPUD akan berubah atau mengalami revisi. Kita ikuti saja perkembangannya. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar