Pages

Kamis, 04 September 2014

Jokowi Dan Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Diantara Keberanian Atau Tekanan Belaka

Pertanyaan berikutnya yang muncul kemudian adalah, atas pertimbangan dan atas dasar apa Jokowi begitu tergesa-gesa dan seberani ini, sementara posisinya belum menjabat sebagai presiden dan karenanya belum memperlihatkan prestasi kinerja apapun sebagai seorang presiden?. Adakah pihak-pihak tertentu yang memberikan masukan, atau memberikan pengaruh, atau bahkan memberikan tekanan kepada Jokowi, hingga dia memiliki keberanian ini? Siapa yang memiliki kepentingan dengan pernyataan Jokowi ini? Siapa yang paling diuntungkan?, dan siapa pula yang nantinya akan sangat dirugikan?.

Jokowi Dan Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Diantara Keberanian Atau Tekanan Belaka
JOKOWI

Salah satu isu pemberitaan nasional yang berkembang pada masa transisi pemerintahan tahun 2014 di negara kita ini adalah wacana dan polemik tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Pada pertemuan di Balai Raya A, Hotel Lagun Nusa Dua, Bali, Rabu malam (27/8/2014) beberapa waktu yang lalu antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang dilansir oleh berbagai media, dimana didalamnya dibahas tentang agenda pembicaraan penting seputar APBN Perubahan 2014 dan RAPBN 2015. Masalah pos anggaran subsidi BBM  dalam APBN termasuk menjadi salah satu pointer yang dibahas dalam pertemuan tersebut (Baca BBC Indonesia:Pertemuan Jokowi-SBY dan Isu Kenaikan Harga BBM/)

Desakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi bermula dari anjuran presiden terpilih Jokowi kepada Presiden SBY yang kemudian ditanggapi dengan penolakan oleh Presiden SBY (Baca liputan6.com: KENAIKAN BBM: IstanaSebutkan Alasan SBY Tolak Permintaan Jokowi). Dari anjuran atau desakan inilah polemik dan wacana kenaikan harga BBM bersubsidi mulai ramai menjadi topik utama dalam pembahasan dan liputan oleh media masa di Indonesia yang untuk kemudian dibahas dengan tanggapan pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat.

Dilain pihak dukungan untuk segera menaikan harga BBM bersubsidi bahkan himbauan untuk menghilangkan pos anggaran subsidi BBM dalam RAPBN 2015 juga datang dari  partai pemenang Pemilu 2014 dan Pilpres 2014, yaitu Partai PDIP beserta partai koalisinya Nasdem. PDIP dan Nasem mendesak pemerintah untuk sesegera mungkin menaikkan harga BBM bersubsidi dengan alasan kondisi keuangan Negara (Baca metrotvnews.com: PDIP dan Nasdem Dukung Kenaikan Harga BBM Bersubsidi).

Sementara itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang dilansir oleh media Jawa Pos mengatakan agar pemerintah mencabut subsidi BBM (Baca jawapos.com: Soal Kenaikan Harga BBM Megawati Gerah DisebutPlinplan).

Keberanian Jokowi Memberikan Anjuran Kepada Presiden Untuk Menaikan Harga BBM Bersubsidi

Menjadi menarik ketika keberanian presiden terpilih Jokowi dalam memberikan anjuran (saran) kepada Presiden SBY agar sesegera mungkin menaikan harga BBM bersubsidi pada saat Presiden SBY masih menjabat sebagai Presiden RI, dan disaat pelantikan dirinya sebagai presiden tinggal menghitung hari saja. Pertanyaannya adalah “atas alasan apa Jokowi terkesan begitu terburu-buru dalam meminta kenaikan BBM bersubsidi dilakukan oleh Presiden SBY, dan bukan mengagendakannya untuk dilaksanakan dalam masa kepemimpinannya?”. Tentu hal ini menjadi pertanyaan yang menarik bagi kita semua.

Menjawab pertanyaan menarik di atas, mungkin bila lebih dicermati secara psikologis, “keberanian” Jokowi untuk memberikan saran ini kepada Presiden SBY yang masih aktif menjabat sebagai presiden, sepintas menggambarkan suatu sikap ketergesaan atau kepanikan, atau ketakutan, atau mungkin malah kebalikannya, yaitu suatu ‘kecerdikan’ atau ‘kepandaian’, atau strategi yang dilakukan oleh Jokowi bilamana syukur-syukur sarannya diterima dan dilaksanakan oleh Presiden SBY. Yang pasti keberanian Jokowi dalam memberikan anjuran atau saran tersebut, pada akhirnya memperlihatkan sikap dan sifat kekurang hati-hatiaan Jokowi dalam membuat pernyataan publik yang menyangkut permasalahan Negara dengan tingkat sensitivitas yang tinggi dilihat dari pengaruhnya terhadap tingkat stabilitas ekonomi bangsa dan Negara. Termasuk didalamnya mempertaruhkan kepentingan masyarakat kecil yang akan merasakan dampak langsung dari naiknya harga BBM bersubsidi.

Menaikkan harga BBM bersubsidi bagi presiden-presiden RI sebelumnya merupakan hal yang sangat berat dan disikapi dengan sikap yang ekstra sangat hati-hati. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut dianggap sebagai kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat kecil, dan karenanya diangap sebagai salah satu kebijakan yang tidak populis bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sekali lagi, mengapa sebelum menjabat sebagai presiden Jokowi telah berani mengeluarkan suatu pernyataan yang tidak populis dan tidak pro terhadap rakyat kecil tersebut?.

Masukan anjuran menaikkan harga BBM bersubsudi oleh banyak pihak dianggap sebagai suatu keteledoron dari Jokowi yang selama ini dikenal sebagai pejabat publik yang peduli dengan kepentingan rakyat kecil. Pertanyaan berikutnya yang muncul kemudian adalah, atas pertimbangan dan atas dasar apa Jokowi begitu tergesa-gesa dan seberani ini, sementara posisinya dia belum menjabat sebagai presiden hingga belum memperlihatkan prestasi kinerja apapun sebagai seorang presiden?. Adakah pihak-pihak tertentu yang memberikan masukan, atau memberikan pengaruh, atau bahkan memberikan tekanan kepada Jokowi hingga dia memiliki keberanian ini? Siapa yang memiliki kepentingan dengan pernyataan Jokowi ini? Siapa yang paling diuntungkan?, dan siapa pula yang nantinya akan sangat dirugikan?.

Kenyataan terhadap penolakan Presiden SBY untuk menaikan harga BBM bersubsidi di akhir masa jabatannya menjadi blunder bagi Jokowi yang pada akhirnya berani menyatakan akan tetap menaikan harga BBM bersubsidi pada masa kepemimpinannya nanti sekalipun kebijakan ini dianggap sebagai kebijakan yang tidak populer oleh rakyat. Bukankah seharusnya Jokowi tidak menjadikan issue subsidi BBM sebagai gebrakan awal sebagai seorang presiden sementara begitu banyak permasalahan bangsa yang seharusnya lebih menjadi prioritas untuk diperhatikan. Kasus korupsi yang merajalela dari tingkat pusat sampai daerah. Kasus korupsi yang terstruktur di lembaga milik pemerintah baik pusat maupun daerah. Beban utang luar negeri (LN) yang terus membengkak dengan tingkat pembayaran beban bunga utang LN yang telah jatuh tempo yang ternyata lebih sangat membebani pos APBN kita dibandingkan dengan pos anggaran subsidi untuk kepentingan rakyat kecil. Atau bila mau tetap memulai masa kepemimpinannya dengan isu permasalahan BBM bisa dengan lebih memperhatikan lifting produksi minyak kita yang terus menurun drastis sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang. Tapi inilah Jokowi, presiden kita terpilih yang memiliki keberanian dan rasa percaya diri yang luar biasa dalam menangani berbagai permasalahan rakyat, bangsa dan Negara. Semoga presiden kita terpilih ini dapat menyelesaikan berbagai problematika bangsa sampai akhir masa jabatannya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar