Pages

Kamis, 17 April 2014

SPIP : Bukan Alat Managemen Semata


Jadi, setiap pemimpin di setiap level manajemen adalah kunci keberhasilan pencapaian tujuan. Mereka lah yang menjadi contoh bagi para staf atau karyawan yang ada di bawahnya. Jika manajemen tunduk dan patuh pada sistem yang mereka tetapkan, para staf atau karyawan biasa yang mereka pimpin juga akan mematuhinya. Jika pemimpin maupun staf atau karyawan biasa tidak mematuhinya, maka sudah disiapkan sistem tersendiri untuk mengatasinya.

SPIP : Bukan Alat Managemen Semata
SPIP : Bukan Alat Managemen Semata


Begitulah SPIP sering dianggap para staf atau karyawan biasa sebagai alat manajemen. Anggapan itu sudah menjadi opini mereka yang seringkali memunculkan kecurigaan atau syak wasangka kepada manajemen. Seolah-olah penerapan SPIP hanya satu arah saja, yaitu hanya ditujukan kepada mereka saja. Buat mereka yang ada di bawah, para staf atau karyawan biasa.

Pada organisasi sektor publik seperti instansi pemerintah, tujuan yang hendak diraih merupakan “impian” dari masyarakat yang diperintah. Para Kepala Daerah dipilih oleh masyarakat dengan harapan para pemimpin itu dapat mewujudkan impian mereka, yaitu pelayanan publik yang baik.

Jika benar begitu, apakah itu salah, ya?

Manajemen, dalam berbagai tingkatan merupakan mesin yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen memiliki kepentingan agar tujuan tersebut dapat dicapai. Manajemen membuat rencana dan target-target, mengorganisir, mengarahkan pelaksanaan, dan mengendalikan operasi atau kegiatan agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selanjutnya, manajemen memerlukan orang-orang untuk melaksanakannya. Mereka adalah staf atau karyawan biasa yang tidak memiliki kedudukan apa-apa selain fungsinya sebagai pelaksana. Agar kegiatan berjalan mulus, maka manajemen menetapkan seperangkat aturan atau prosedur untuk mengendalikan jalannya kegiatan guna mencapai target yang ditetapkan. Kewajiban staf atau karyawan biasa adalah mematuhi dan menjalankannya.

Manajemen dalam berbagai tingkatan dipercaya oleh “atasannya” untuk berhasil dalam meraih tujuan yang ditetapkan “atasannya” itu.

Manajemen puncak atau Board of Director pada perusahaan swasta dipilih dan dipercaya untuk menduduki jabatan penuh prestise oleh para pemilik untuk meningkatkan nilai perusahaan atau nilai saham mereka. Demikian pula jajaran direksi sebuah BUMN atau BUMD dipilih oleh para pemilik melalui RUPS, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan agar mampu memberi kontribusi pendapatan bagi APBN/APBD.

Selanjutnya, para manajemen puncak tersebut juga melakukan tuntutan yang sama pada manajemen di bawahnya. Dan tuntutan semacam itu akan berakhir pada para staf atau karyawan biasa, karena in fact mereka lah para pelaku lapangan sesungguhnya.

Pada organisasi sektor publik seperti instansi pemerintah, tujuan yang hendak diraih merupakan “impian” dari masyarakat yang diperintah. Para Kepala Daerah dipilih oleh masyarakat dengan harapan para pemimpin itu dapat mewujudkan impian mereka, yaitu pelayanan publik yang baik. Dengan demikian, agak berbeda dengan sebuah organisasi sektor privat, pemilik instansi pemerintah adalah masyarakat. Para pejabat publik tersebut selanjutnya mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada sebuah lembaga yang mewakili kepentingan masyarakat. Yang unik, para pejabat dan seluruh staf di bawahnya sebenarnya juga bagian dari masyarakat itu sendiri.

Maka untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh masyarakat, para pemimpin membentuk birokrasi pemerintahan, mengisinya dengan orang-orang kepercayaan, dan merekrut pegawai yang jujur dan kompeten. Untuk mencapai tujuan tersebut dibangunlah sebuah sistem pengendalian yang dapat mengawal program dan kegiatan yang telah direncanakan.

Apakah manajemen dapat berbuat sesuka hatinya? Bisakah mereka tidak mentaati aturan yang telah mereka buat sendiri?

Jika SPIP sebagai alat manajemen dipahami seperti itu, tujuan organisasi yang telah dicanangkan tidak akan berhasil. Fenomena paling ekstrem sudah kita lihat bersama di depan mata. Sudah berapa banyak pejabat-pejabat publik kita yang dijadikan sebagai tersangka dan akhirnya dihukum sebagai tindakannya mengabaikan aturan yang mereka buat sendiri? Berapa banyak wakil rakyat yang mewakili masyarakat untuk mengawasi para pejabat publik telah terlena ikut bermain kotor dengan para pejabat pemerintah hingga akhirnya masuk bui?

Jadi, setiap pemimpin di setiap level manajemen adalah kunci keberhasilan pencapaian tujuan. Mereka lah yang menjadi contoh bagi para staf atau karyawan yang ada di bawahnya. Jika manajemen tunduk dan patuh pada sistem yang mereka tetapkan, para staf atau karyawan biasa yang mereka pimpin juga akan mematuhinya. Jika pemimpin maupun staf atau karyawan biasa tidak mematuhinya, maka sudah disiapkan sistem tersendiri untuk mengatasinya.

Seorang kawan pernah menanyakan: Apa manfaat SPIP bagi seorang staf atau karyawan biasa seperti kami?

Pertanyaan yang kritis tetapi juga memberi gambaran kepada kita semua bahwa mereka, para staf atau karyawan biasa tersebut, sebenarnya belum memahami untuk apa mereka bekerja di kantor mereka sendiri. Mereka belum memahami esensi mengapa setiap pagi mereka harus berangkat ke kantor tepat waktu, bekerja dengan sepenuh hati selama jam kantor, dan kemudian pulang kantor tepat waktu? Tetapi, saya meyakini alasannya adalah karena mereka belum memahami apa itu SPIP dan tujuan SPIP.

Sebagai staf kita bekerja di sebuah organisasi pemerintah yang memiliki tujuanuntuk memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat. SPIP adalah alat manajemen untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh masyarakat tersebut dapat tercapai. Untuk itu, dibuatlah aturan-aturan, prosedur-prosedur baku, mekanisme-mekanisme tertentu, agar tujuan tadi dapat tercapai. Staf atau karyawan biasa hanya dimintai komitmen untuk menjalankan sistem yang telah ditetapkan oleh manajemen agar bisa berjalan dengan baik guna mengawal pencapaian tujuan. Untuk tujuan itulah kita semua bergabung dengan organisasi tempat kita berada sekarang.

Jika tujuan dapat dicapai, apakah itu kinerja manajemen saja?
Tentu saja tidak! Manajemen tidak akan mampu mewujudkan tujuan tersebut tanpa bantuan para staf atau karyawan biasa. Karena staf atau karyawan biasa adalah pelaku lapangan yang mendapatkan direct dari manajemen. Jika kinerja staf bagus, maka kinerja manajemen juga bagus. Jika kinerja staf buruk, maka demikian juga manajemen.

Nah, dalam SPIP, reward and punishment yang adil dan terukur harus terbangun dengan baik, sehingga kinerja anda tidak sia-sia. Staf atau karyawan biasa, jika kinerjanya bagus maka promosi menanti anda. Sebaliknya jika ada pejabat yang berkinerja buruk, sudah pasti demosi atau non job sudah siap mengancam mereka.

Jadi SPIP yang dibangun dan diimplementasikan haruslah sebuah sistem yang sehat. Bukan sistem yang hanya menuntut dan menekan para staf atau karyawan biasa agar mereka saja yang patuh kepada sistem.

Jadi?
SPIP adalah alat manajemen, dan manajemen pula yang harus terlebih dahulu berkomitmen dan secara konsisten mentaatinya. Jika manajemen telah menunjukkan kepatuhannya pada sistem yang dibuatnya, maka staf atau karyawan biasa sudah pasti akan mengikutinya. Dan, semoga tujuan organisasi anda dapat diraih.
Masih ragu? Percayalah.

Bagaimana pendapat anda pembaca?. Semoga bermanfaat.
--------------------------------end.

Referensi : PP RI No. 60/2008 tentang SPIP, Diskusi Warung Kopi Pemda.
SPIP : Bukan Alat Managemen Semata, Editor & Repost by Rulianto Sjahputra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar