Pages

Selasa, 15 April 2014

Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP


Secara umum evaluasi atas perencanaan pembangunan dilaksanakan pada tiga hal yaitu tingkat kebijakan, pelaksanaan dan hasil perencanaan. Lingkup yang harus dilakukan evaluasi adalah RPJP, RPJMD/Renstra SKPD dan RKPD/Renja SKPD.


Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP
RPJMD
Kali ini kita akan mencoba menyandingkan antara permendagri 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dengan Permenpan 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Permendagri 54 Tahun 2010 mengatur perencanaan pembangunan daerah, mulai dari RPJPD hingga Renja dengan sangat mendetail. Kita bisa menikmati penjelasan yang lengkap dari mekanisme penyusunan dokumen tersebut hingga teknis formulir-formulir yang harus diisi. Karena detailnya permendagri ini bisa mencapai lebih dari lima ratus halaman. Selain tata cara penyusunannya permendagri ini juga mengatur masalah pengendalian da evaluasi perencanaan pembangunan. Nah, pada tahap ini lah akan memunculkan pertanyaan tentang: apa bedanya dengan LAKIP sebagaimana yang diamanatkan oleh Kementerian PAN dan RB yang wajib disusun tiap tahun?.


Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP
Lakip

Tulisan ini pun sebenarnya diinspirasi oleh pertanyaan seorang rekan yang menanyakan tentang apa bedanya Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dengan evaluasi RPJMD. LAKIP adalah bagian dari sebuah sistem AKIP yang dimulai dari tahap perencanaan hingga pertanggungjawaban. Sejarah SAKIP ditandai dengan lahirnya inpres nomor 7 tahun 1999 hingga kemudian muncul SK LAN 239 Tahun 2003 dan Permenpan 29 Tahun 2010. Setali tiga uang dengan perubahan managemen keuangan sektor publik yang mengharuskan instansi pemerintah untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi pemerintah maka LAKIP pun bagian dari upaya perbaikan kinerja pemerintah.

Kalau sebelumnya pertanggungjawaban lebih difokuskan pada aspek pertanggungjawaban keuangan maka latar belakang dari lahirnya inpres nomor 7 tahun 1999 adalah adanya keharusan instansi pemerintah untuk dapat mempertanggunjawabkan kinerjanya. Secara konsep sesungguhnya sangat bagus. Akuntabilitas kinerja adalah bagian dari agenda new public management (NPM) yang juga dianut oleh negara-negara maju. Namun, dalam implementasinya hingga saat ini masih dipertanyakan manfaatnya.

Lalu, apa kaitan LAKIP dengan permendagri 54 Tahun 2010? Permendagri 54 Tahun 2010 pada dasarnya adalah sebuah upaya untuk menyempurnakan sistem perencanaan pembangunan daerah di negeri tercinta ini. Kalau kita kaitkan dengan sistem AKIP perencanaan adalah bagian dari sistem tersebut. Salah satu penghambat implementasi sistem AKIP sebelum diterbitkannya permendagri ini adalah bahwa dokumen perencanaan pembangunan yang disusun oleh daerah tidak mendukung berjalannya sistem AKIP. Di satu sisi instansi pemerintah harus mempertanggungjawabkan kinerja, di sisi lain dokumen perencanaan yang disusun belum berorientasi kinerja.

Jadi sesungguhnya apa yang harus dipertanggungjawabkan?.

Kelahiran Permendagri 54 Tahun 2010 yang merupakan turunan dari PP 8 tahun 2008 adalah bagian dari penyempurnaan sistem perencanaan pembangunan daerah. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan adanya sinkronisasi antara konsep SAKIP dengan peraturan pemerintah khususnya yang menjadi acuan utama pemerintah daerah dalam menyusun dokumen perencanaan. Permendagri 54 tahun 2010 mensyaratkan RPJMD/Renstra SKPD untuk memuat visi, misi, tujuan, sasaran, indikator sasaran hingga target jangka menengah dan target tahunan. Harapannya tentu saja sistem AKIP yang semakin mantap dapat terbangun dengan berlandaskan peraturan ini. Hanya saja, kemudian muncul sebuah pertanyaan terkait dengan aturan mengenai pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan yang seolah justru menjadi duplikasi atas pelaksanaan sistem AKIP.

Permendagri 54 tahun 2010 mensyaratkan pemerintah daerah baik di tingkat provinsi/kabupaten/kota untuk melakukan pengendalian dan evaluasi atas kebijakan perencanaan, pelaksanaan perencanaan dan hasil-hasil perencanaan. Tak heran kalau kemudian sebuah pemda kemudian tergerak untuk melakukan evaluasi RPJMD.  Aha…bukankah LAKIP sebenarnya juga mengarah pada sebuah mekanisme pertanggunjawaban atas perencanaan strategis? Laporan akuntabilitas ini juga disusun dengan berpatokan pada dokumen RPJMD.

Untuk melihat perbedaannya kami mencoba menyajikan ringkasan perbedaanya dalam tabel di bawah ini:

Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP
Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP

Secara umum evaluasi atas perencanaan pembangunan dilaksanakan pada tiga hal yaitu tingkat kebijakan, pelaksanaan dan hasil perencanaan. Lingkup yang harus dilakukan evaluasi adalah RPJP, RPJMD/Renstra SKPD dan RKPD/Renja SKPD. Pada tingkat kebijakan aspek yang dievaluasi adalah pada tataran proses penyusunan dokumen-dokumen perencanaan apakah telah disusun sebagaimana mekanisme yang telah digariskan dalam lempiran I-VI Permendagri tersebut. Hal ini termasuk menyangkut evaluasi atas kelengkapan sistematika. Pada tingkat pelaksanaan evaluasi diharapkan dapat menjamin adanya konsistensi pelaksanaan perencanaan.

Selama ini yang terjadi dokumen perencanaan tidak pernah dijadikan acuan dalam penganggaran. Sehingga, rencana dengan kegiatan yang terealisasi tidak sinkron. Nah, dengan adanya evaluasi atas perencanaan ini diharapkan adanya suatu jaminan bahwa dokumen perencanaan terkawal hingga ditetapkannya APBD. Pada tataran hasil perencanaan evaluasi yang dilaksanakan lebih kepada pengukuran atas realisasi target-target kinerja yang telah dihasilkan. Pada evaluasi atas hasil ini lah terdapat banyak kesamaannya dengan LAKIP. Hanya saja, evaluasi atas hasi perencanaan tidak hanya terbatas pada RPJMD namun juga RPJPD dan RKPD. Kesamaan ini justru terlihat pada evaluasi atas RPJMD dan RKPD. Keduanya membandingkan antara target dengan realisasi. Hanya saja perbedaan yang terlihat jelas adalah pada hal-hal teknik penghitungan dimana dalam evaluasi perencanaan terlihat lebih rumit. Namun demikian, justru formulir-formulir dalam evaluasi atas hasil perencanaan tersebut yang memberikan media bagi instansi pemerintah untuk melakukan pengukuran atas target capaian lima tahunan.

Perbedaan apalagi yang terlihat diantara keduanya? Mari kita lihat tabel berikut:

Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP
Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP

Jelas bukan perbedaan keduanya. Evaluasi atas hasil RPJMD tidak terikat waktu. Justru hal yang lebih ditekankan dalam permendagri 54 tahun 2010 ini terletak pada evaluasi atas hasil RKPD yang harus dilakukan setiap triwulanan. Jika demikian, apakah secara substansi evaluasi atas RKPD dengan LAKIP sama? Idealnya sama hanya saja meskipun dasar penyusunan keduanya adalah RPJMD namun dalam implementasinya penyusunan LAKIP lebih didasarkan pada dokumen penetapan kinerja (TAPKIN) sedangkan evaluasi RKPD dasarnya adalah RKPD itu sendiri. TAPKIN adalah berisi sasaran dan target kinerja yang disusun setelah APBD ditetapkan. Di sisi lain RKPD adalah dokumen perencanaan kerja yang disusun sebelum APBD ditetapkan. Idealnya APBD yang ditetapkan mengacu pada RKPD. Namun demikian, dalam proses penetapan APBD banyak hal yang terjadi. Sehingga, bisa jadi banyak kegitan yang telah direncanakan dalam RKPD tidak ditetapkan penganggarannya. Gap inilah yang mungkin terjadi dalam proses penyusunan evaluasi RKPD dan LAKIP.

Source : Warung Kopi Pemda (Nur Ana Sejati).
Perbedaan Evaluasi RPJM Dengan LAKIP, repost by Rulianto Sjahputra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar