Pages

Rabu, 02 April 2014

Larangan Jilbab di Sekolah Negeri Indonesia

Larangan Jilbab di Sekolah Negeri Indonesia
Pelarangan Jilbab di Sekolah Negeri Indonesia

Larangan Jilbab di Sekolah Negeri Indonesia
Ketika lama sudah konstitusi UUD 1945 menjamin semua warga Negara Indonesia untuk menjalankan hak asasinya termasuk dalam menjalankan hak keyakinan beragamanya, ternyata masih ada sekolah negeri di Indonesia yang melarang siswinya untuk menggunakan hak pemakaian jilbab dalam sekolah. Kasus pelarangan pemakaian jilbab di sekolah oleh beberapa sekolah negeri ini justru terjadi di Indonesia yang nota bene adalah Negara penganut muslim terbesar di dunia. Sungguh ironis.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mendapatkan bukti tertulis terhadap pelarangan pemakaian jilbab di puluhan sekolah negeri di Provinsi Bali. Sampai dengan tulisan ini saya buta, tercatat sudah terdata oleh KPAI sebanyak 40 sekolah negeri di Bali yang melarang pemakaian jilbab di sekolah. (KPAI-republika-13/3/14). Bila pelarangan ini bersifat sistemis, maka bisa saja dilakukan tindakan hukum dan somasi kepada pihak sekolah dan/atau kepada Pemprov Bali. Tergantung siapa yang bersalah dalam aturan pelarangan ini.

Rita Pranawati, Komisioner KPAI Bidang  Hak Sipil dan Kebebasan Berpendapat, menyatakan, bahwa dari hasil inventigasi yang dilakukan di sejumlah sekolah dasar tersebut jelas didapatkan bukti otentik salah satunya dituliskannya secara jelas “tidak boleh memakai jilbab” di sekolah dalam aturan sekolah yang bersangkutan (republika,12/3/14). Yang mengherankan pelarangan ini dilakukan oleh pihak sekolah negeri. Bukankah sekolah negeri seharusnya menjadi rumah bersama bagi seluruh siswanya ?. Bagaimana mungkin masih ada sekolah, apalagi sekolah negeri di Indonesia yang masih melarang pemakaian jilbab ?.

Lebih lanjut, Rita Pranawati mengatakan, berdasarkan barang bukti yang telah berhasil dikumpulkan, Tim KPAI diturunkan ke lapangan untuk menggali bukti yang lebih dalam dan melakukan verifikasi lebih lanjut dari temuan dan pengaduan yang ada pada beberapa sekolah negeri di Bali. Jika hasil verifikasi sudah cukup dalam mengumpulkan bukti yang diperlukan, maka akan diungkapkan kepada publik. Dari hasil verifikasi itu jugalah yang nantinya akan ditindaklanjuti kemungkinan untuk melakukan somasi kepada Pemerintah Provinsi Bali. Yang pasti, pelarangan pemakaian jilbab adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Otonomi Daerah Disalahgunakan
Bisa terjadinya pelarangan jilbab dibanyak sekolah atau instansi dalam satu wilayah provinsi atau daerah lebih diakibatkan dari kesalahan dalam memahami konsep otonomi daerah menyangkut kewenangan yang diberikan kepada daerah dalam menjalankan otonomi yang diberikan. Hal ini menyebabkan otonomi daerah menjadi alasan bagi sekolah (dalam kasus ini) atau instansi pemerintah daerah untuk menetapkan aturan yang melarang siswinya mengenakan jilbab dalam aktivitas sekolah yang dilakukan.

Perlu disadari bahwa ada beberapa kewenangan yang bukan menjadi ranah daerah untuk melakukan pengaturannya. Salah satunya menyangkut masalah keyakinan (agama) yang menjadi kewenangan Negara dalam hal ini pemerintah pusat untuk menetapkan dan mengaturnya.

Bertentangan Dengan Azas Stratifikasi Hukum
Kesalahan fatal lain menyangkut kasus pelarangan jilbab siswi sekolah di Bali ini adalah bertentangan dengan stratifikasi hukum yang berlaku. Bilamana pelarangan jilbab ini bersifat sistemis yang mengacu pada regulasi dan kebijakan formil dari pemerintah daerah setempat, maka bisa dipastikan regulasi dan kebijakan tersebut cacat hukum dan bertentangan dengan legalitas stratifikasi hukum dari peraturan perundangan yang ada. Hal ini mengingat pelarangan jilbab bertentangan dengan amanat UUD 1945.

Sudah sangat jelas bahwa ‘konstitusi’ negara kita menyebutkan, “Setiap warga negara berhak menjalankan keyakinan agamanya”. Mengenakan jilbab adalah salah satu bentuk keyakinan seorang muslimah dalam menjalankan perintah ‘wajib’ dari agamanya. Bagaimana bisa sekolah negeri di Bali melarang siswinya untuk melanggar perintah agamanya sendiri?. Bukankah sekolah sudah faham masalah stratifikasi hukum, agama, dan etika berbangsa dan bernegara?. Semua hal tersebut ada dalam materi ajar sekolah. Jadi apa maksud pelarangan berjilbab tersebut?.

Faktor Kelalaian Sekolah atau Kesengajaan Sistematik Yang Rasis
Masih dari hasil kajian KPAI terhadap kasus ini, Ketua KPAI Asrorum Niam Sholeh mengatakan, ada dua kemungkinan terkait larangan jilbab di Bali ini. Bisa saja yang bersalah adalah sekolah sebagai pembuat aturan. Tapi, bisa juga Pemerintah Provinsi Bali bila kebijakan itu bersifat sistemis. Permasalahannya terjadi di sekolah. Lalu apakah kebijakannya bersifat sistemis, atau kebijakan internal sekolah?. Hal ini yang perlu dicari lebih mendalam dengan melakukan verifikasi lebih lanjut. Kedua faktor tersebut harus tetap ditindak lebih lanjut secara hukum untuk menjadi pelajaran ke depan. Jangan sampai institusi sekolah yang seharusnya menentramkan dan memberikan kebaikan, malah melakukan diskriminatif yang sudah masuk kepada wilayah “SARA” sehingga memberikan rasa tidak aman dan keresahan kepada sesama warga negara dengan latar belakang yang berbeda.

Mencederai Semangat Tolerasi Beragama
Seto Mulyadi (Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak) menanggapi laporan yang juga diterimanya menyangkut pelarangan jilbab di sejumlah sekolah negeri di Bali, menyatakan secara tegas: “Jangan sampai ada pelanggaran hak anak dalam bentu apapun juga, termasuk hak mereka untuk menjalankan keyakinan sesuai dengan perintah agamanya, berpakaian sesuai dengan keyakinan, tradisi, etika, moralitas yang ada dalam agamanya masing-masing”. Pelanggaran terhadap pelarangan ini bisa dilakukan somasi kepada Pemerintah setempat, atau menempuh jalur hukum yang akan difasilitasi oleh KPAI, Dewan Pembina Komnas Ham, dan lembaga independen sejenis.

Yang pasti, kasus pelarangan jilbab siswi sekolah di Bali ini sudah mencoreng nama baik bangsa Indonesia sebagai negara yang memiliki toleransi beragama yang tinggi. Upaya pembinaan toleransi antar umat beragama di Indonesia yang telah diupayakan dengan susah payah selama bertahun-tahun justru dirusak oleh segelintir elite birokrat dan oknum akademisi di Bali yang sesungguhnya menggambarkan ketidak kapabilitasnya kapasitas yang mereka sandang sebagai pengayom dan pendidik. Diharapkan kasus ini diselesaikan dengan cara yang bijak sehingga tidak menimbulkan potensi konflik yang tidak kita inginkan.

Sumber : KPAI, berbagai sumber.
Larangan Jilbab di Sekolah Negeri Indonesia, post by Rulianto Sjahputra (Pemkot Tangerang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar