|
Pelarangan Jilbab di Sekolah Negeri Indonesia |
Larangan Jilbab di Sekolah Negeri Indonesia
Ketika lama sudah konstitusi UUD 1945 menjamin semua warga
Negara Indonesia untuk menjalankan hak asasinya termasuk dalam menjalankan hak
keyakinan beragamanya, ternyata masih ada sekolah negeri di Indonesia yang
melarang siswinya untuk menggunakan hak pemakaian jilbab dalam sekolah. Kasus
pelarangan pemakaian jilbab di sekolah oleh beberapa sekolah negeri ini justru
terjadi di Indonesia yang nota bene adalah Negara penganut muslim terbesar di
dunia. Sungguh ironis.
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia
(KPAI) telah mendapatkan bukti tertulis terhadap pelarangan pemakaian jilbab di
puluhan sekolah negeri di Provinsi Bali. Sampai dengan tulisan ini saya buta,
tercatat sudah terdata oleh KPAI sebanyak 40 sekolah negeri di Bali yang
melarang pemakaian jilbab di sekolah. (KPAI-republika-13/3/14). Bila pelarangan
ini bersifat sistemis, maka bisa saja dilakukan tindakan hukum dan somasi
kepada pihak sekolah dan/atau kepada Pemprov Bali. Tergantung siapa yang bersalah
dalam aturan pelarangan ini.
Rita Pranawati, Komisioner KPAI
Bidang Hak Sipil dan Kebebasan Berpendapat,
menyatakan, bahwa dari hasil inventigasi yang dilakukan di sejumlah sekolah
dasar tersebut jelas didapatkan bukti otentik salah satunya dituliskannya
secara jelas “tidak boleh memakai jilbab”
di sekolah dalam aturan sekolah yang bersangkutan (republika,12/3/14). Yang
mengherankan pelarangan ini dilakukan oleh pihak sekolah negeri. Bukankah
sekolah negeri seharusnya menjadi rumah bersama bagi seluruh siswanya ?.
Bagaimana mungkin masih ada sekolah, apalagi sekolah negeri di Indonesia yang masih melarang
pemakaian jilbab ?.
Lebih lanjut, Rita Pranawati
mengatakan, berdasarkan barang bukti yang telah berhasil dikumpulkan, Tim KPAI diturunkan
ke lapangan untuk menggali bukti yang lebih dalam dan melakukan verifikasi
lebih lanjut dari temuan dan pengaduan yang ada pada beberapa sekolah negeri di
Bali. Jika hasil verifikasi sudah cukup dalam mengumpulkan bukti yang
diperlukan, maka akan diungkapkan kepada publik. Dari hasil verifikasi itu
jugalah yang nantinya akan ditindaklanjuti kemungkinan untuk melakukan somasi
kepada Pemerintah Provinsi Bali. Yang pasti, pelarangan pemakaian jilbab adalah pelanggaran terhadap hak asasi
manusia.
Otonomi Daerah Disalahgunakan
Bisa terjadinya pelarangan jilbab dibanyak sekolah atau
instansi dalam satu wilayah provinsi atau daerah lebih diakibatkan dari
kesalahan dalam memahami konsep otonomi daerah menyangkut kewenangan yang
diberikan kepada daerah dalam menjalankan otonomi yang diberikan. Hal ini
menyebabkan otonomi daerah menjadi alasan bagi sekolah (dalam kasus ini) atau
instansi pemerintah daerah untuk menetapkan aturan yang melarang siswinya
mengenakan jilbab dalam aktivitas sekolah yang dilakukan.
Perlu disadari bahwa ada beberapa kewenangan yang bukan
menjadi ranah daerah untuk melakukan pengaturannya. Salah satunya menyangkut
masalah keyakinan (agama) yang menjadi kewenangan Negara dalam hal ini
pemerintah pusat untuk menetapkan dan mengaturnya.
Bertentangan Dengan
Azas Stratifikasi Hukum
Kesalahan fatal lain menyangkut kasus pelarangan jilbab siswi
sekolah di Bali ini adalah bertentangan dengan stratifikasi hukum yang berlaku. Bilamana pelarangan
jilbab ini bersifat sistemis yang mengacu pada regulasi dan kebijakan formil
dari pemerintah daerah setempat, maka bisa dipastikan regulasi dan kebijakan tersebut cacat hukum dan bertentangan dengan legalitas
stratifikasi hukum dari peraturan
perundangan yang ada. Hal ini mengingat pelarangan jilbab bertentangan
dengan amanat UUD 1945.
Sudah sangat jelas bahwa ‘konstitusi’ negara kita menyebutkan, “Setiap warga negara berhak menjalankan
keyakinan agamanya”. Mengenakan jilbab adalah salah satu bentuk keyakinan
seorang muslimah dalam menjalankan perintah ‘wajib’ dari agamanya. Bagaimana bisa sekolah negeri di Bali
melarang siswinya untuk melanggar perintah agamanya sendiri?. Bukankah sekolah
sudah faham masalah stratifikasi hukum, agama, dan etika berbangsa dan
bernegara?. Semua hal tersebut ada dalam materi ajar sekolah. Jadi apa maksud
pelarangan berjilbab tersebut?.
Faktor Kelalaian Sekolah atau Kesengajaan Sistematik Yang Rasis
Masih dari hasil kajian KPAI
terhadap kasus ini, Ketua KPAI Asrorum Niam Sholeh mengatakan, ada dua
kemungkinan terkait larangan jilbab di Bali ini. Bisa saja yang bersalah adalah
sekolah sebagai pembuat aturan. Tapi, bisa juga Pemerintah Provinsi Bali bila
kebijakan itu bersifat sistemis. Permasalahannya terjadi di sekolah. Lalu
apakah kebijakannya bersifat sistemis, atau kebijakan internal sekolah?. Hal
ini yang perlu dicari lebih mendalam dengan melakukan verifikasi lebih lanjut.
Kedua faktor tersebut harus tetap ditindak lebih lanjut secara hukum untuk
menjadi pelajaran ke depan. Jangan sampai institusi sekolah yang seharusnya
menentramkan dan memberikan kebaikan, malah melakukan diskriminatif yang sudah
masuk kepada wilayah “SARA” sehingga memberikan rasa tidak aman dan keresahan
kepada sesama warga negara dengan latar belakang yang berbeda.
Mencederai Semangat Tolerasi Beragama
Seto Mulyadi (Ketua Dewan Pembina
Komnas Perlindungan Anak) menanggapi laporan yang juga diterimanya menyangkut
pelarangan jilbab di sejumlah sekolah negeri di Bali, menyatakan secara tegas:
“Jangan sampai ada pelanggaran hak anak dalam bentu apapun juga, termasuk hak
mereka untuk menjalankan keyakinan sesuai dengan perintah agamanya, berpakaian
sesuai dengan keyakinan, tradisi, etika, moralitas yang ada dalam agamanya
masing-masing”. Pelanggaran terhadap pelarangan ini bisa dilakukan somasi
kepada Pemerintah setempat, atau menempuh jalur hukum yang akan difasilitasi
oleh KPAI, Dewan Pembina Komnas Ham, dan lembaga independen sejenis.
Yang pasti, kasus pelarangan
jilbab siswi sekolah di Bali ini sudah mencoreng nama baik bangsa Indonesia
sebagai negara yang memiliki toleransi beragama yang tinggi. Upaya pembinaan
toleransi antar umat beragama di Indonesia yang telah diupayakan dengan susah
payah selama bertahun-tahun justru dirusak oleh segelintir elite birokrat dan
oknum akademisi di Bali yang sesungguhnya menggambarkan ketidak kapabilitasnya
kapasitas yang mereka sandang sebagai pengayom dan pendidik. Diharapkan kasus
ini diselesaikan dengan cara yang bijak sehingga tidak menimbulkan potensi
konflik yang tidak kita inginkan.
Sumber : KPAI, berbagai sumber.
Larangan Jilbab di Sekolah Negeri Indonesia, post by Rulianto Sjahputra (Pemkot Tangerang).
Print
PDF
Rulianto Sjahputra
Isi dari artikel adalah hasil penyuntingan dan penterjemahan dari artikel yang sudah ada di dunia maya dan di media, Kami hanya ingin mendedikasikan blog ini untuk penyebarluasan ilmu yang semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Sesungguhnya semua ilmu adalah milik Allah S.W.T., dan kita tinggal berharap akan keberkahan dari-Nya.
Follow: | Google+ | Facebook |
Blogger
Google+
Facebook
Twitter